Faktanews.com – Kota Gorontalo. Pasca hasil LHP Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK RI) menyatakan kebocoran pajak retribusi hingga puluhan miliar rupiah. Kini pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Otanaha tidak diyakini kewajarannya.
Pasalnya, pada penatausahaan Retribusi Pelayanan Kesehatan pada RSUD Otanaha dinyatakan tidak Sesuai Ketentuan. Dari hasil LRA Tahun 2021, Pemerintah Kota Gorontalo menyajikan realisasi Pendapatan Retribusi Daerah sebesar Rp34.882.001.286,00 atau 89,00% dari anggaran sebesar Rp39.191.650.000,00.
Realisasi Pendapatan Retribusi tersebut diantaranya merupakan pendapatan retribusi pelayanan kesehatan sebesar Rp30.059.431.870,00 atau 136,32% dari anggaran sebesar Rp22.050.000.000,00.
Pemeriksaan atas pengelolaan retribusi pelayanan kesehatan Tahun Anggaran 2021 pada RSUD Otanaha menunjukkan bahwa terdapat kelemahan dalam pengendalian internal pengelolaan retribusi.
Kelemahan tersebut adalah RSUD Otanaha yang tidak menyimpan arsip SKRD atau dokumen pengganti berupa bukti pembayaran WR yang diterbitkan oleh RSUD Otanaha pada ruang rawat jalan, ruang UGD, dan apotek, sehingga besar pendapatan retribusi yang disajikan pada Laporan Keuangan tidak dapat diyakini kewajarannya.
Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Retribusi Jasa Umum dan Peraturan Wali Kota Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kota Gorontalo menetapkan besaran tarif retribusi yang harus di bayarkan oleh WR saat memperoleh pelayanan kesahatan di Dinas Kesehatan dan puskesmas.
Retribusi Pelayanan kesehatan merupakan pembayaran atas pelayanan kesehatan yang diterima oleh pengguna layanan atau WR. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Otanaha merupakan salah satu SKPD yang ditunjuk untuk mengelola retribusi pelayanan kesehatan, mempunyai kewajiban untuk menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan untuk melakukan penagihan retribusi pelayanan kesehatan.
Secara umum proses bisnis pengelolaan retribusi pelayanan kesehatan pada RSUD Otanaha berdasarkan Peraturan Wali Kota Nomor 38 Tahun 2021. WR melakukan pembayaran retribusi kepada petugas administrasi ruangan secara tunai berdasarkan jenis layanan kesehatan yang diterima oleh WR.
Pembayaran dilakukan melalui petugas administrasi ruangan karena pada tahun 2021 RSUD Otanaha belum menerapkan pembayaran jasa pelayanan kesehatan yang terintegrasi pada satu kasir.
Petugas administrasi ruangan kemudian menyetorkan uang tersebut kepada Bendahara Penerimaan RSUD Otanaha.
Bendahara Penerimaan RSUD Otanaha kemudian menyetorkan retribusi tersebut ke rekening Bendahara Penerimaan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo selambat-lambatnya 1 x 24 jam. Kemudian, Bank SulutGo akan melakukan autodebet rekening Bendahara Penerimaan ke rekening Bendahara Umum Daerah (BUD) Kota Gorontalo.
Permasalahan atas pengelolaan retribusi pelayanan kesehatan pada RSUD Otanaha dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Petugas Administrasi Ruang Rawat Jalan/Ruang Poli Tidak Menyimpan Bukti Pembayaran Retribusi Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan.
b. Pelayanan rawat jalan merupakan pelayanan yang diberikan kepada WR untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya tanpa tinggal di ruang rawat inap. Pada RSUD Otanaha pelayanan kesehatan rawat jalan terdiri dari poli umum, poli interna, poli gigi, poli bedah, poli obgyn, poli anak, poli gizi, poliklinik dan persalinan.
Hasil pemeriksaan atas pendapatan retribusi pelayanan kesehatan pada ruang rawat jalan menunjukkan bahwa petugas administrasi pada ruangan rawat jalan tidak menyimpan bukti pembayaran pasien dan tidak terdapat SKRD maupun bukti pengganti lainnya yang diterbitkan oleh petugas administrasi ruangan rawat jalan dalam melakukan penagihan kepada WR.
Sementara prosedur alternatif yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap kebenaran pendapatan yang disetorkan ke BUD Kota Gorontalo adalah dengan melakukan rekalkulasi berdasarkan dokumen sumber rekalkulasi dilakukan dengan cara menghitung ulang nilai retribusi pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada pasien berdasarkan status pasien atau rekam medik pasien tahun 2021.
Hasil pemeriksaan atas pendapatan retribusi pelayanan kesehatan pada UGD menunjukkan bahwa kasir pada ruangan rawat darurat tidak menyimpan bukti pembayaran pasien dan tidak terdapat SKRD maupun bukti pengganti lainnya yang diterbitkan oleh petugas administrasi ruangan rawat darurat dalam melakukan penagihan kepada WR.
Prosedur alternatif yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap kebenaran pendapatan yang disetorkan ke Kas Daerah adalah dengan melakukan rekalkulasi berdasarkan dokumen sumber.
Rekalkulasi dilakukan dengan cara menghitung ulang nilai retribusi pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada pasien berdasarkan status pasien atau rekam medik pasien tahun 2021. Hasil rekalkulasi tersebut kemudian dibandingkan dengan setoran retribusi pelayanan ruang gawat darurat ke Bendahara Penerimaan.
Hasil pemeriksaan pendapatan retribusi pelayanan kesehatan pada apotek menunjukkan bahwa kasir pada apotek tidak menyimpan bukti pembayaran pasien dan tidak terdapat SKRD maupun bukti pengganti lainnya yang diterbitkan oleh administrasi apotek dalam melakukan penagihan kepada WR.
Prosedur alternatif yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap kebenaran pendapatan yang disetorkan ke Kas Daerah dengan melakukan rekalkulasi berdasarkan dokumen sumber. Rekalkulasi dilakukan dengan cara menghitung ulang nilai retribusi pelayanan farmasi yang telah diberikan kepada pasien berdasarkan resep tahun 2021. Hasil rekalkulasi tersebut kemudian dibandingkan dengan setoran retribusi pelayanan farmasi ke Bendahara Penerimaan
Hasil pemeriksaan atas data hasil rekapitulasi penerimaan berdasarkan dokumen sumber berupa resep obat dan rekam medik pasien serta data pada buku setoran administrasi ruangan ke Bendahara Penerimaan menunjukkan bahwa dokumen-dokumen tersebut tidak dapat dibandingkan karena penyetoran yang dilakukan oleh Bendahara Penerimaan RSUD Otanaha ke Bendahara Penerimaan Dinas Kesehatan Gorontalo dilakukan secara gelondongan dimana didalamnya terdiri dari setoran pendapatan retribusi yang belum disetorkan selama beberapa hari dan gabungan penerimaan dari ruang layanan kesehatan lainnya.
Hasil konfirmasi dengan petugas administrasi ruangan rawat jalan, petugas administrasi ruangan rawat darurat dan petugas administrasi ruangan farmasi menyatakan bahwa bukti pembayaran hanya diterbitkan jika pasien meminta bukti pembayaran. Selain itu, petugas administrasi juga tidak memiliki arsip atas bukti pembayaran yang diterbitkan tersebut. Petugas administrasi ruangan juga tidak melakukan penyetoran harian kepada Bendahara Penerimaan RSUD Otanaha.
Hasil konfirmasi lebih lanjut dengan Bendahara Penerimaan RSUD Otanaha menyatakan bahwa petugas administrasi ruangan tidak melampirkan bukti pembayaran ketika melakukan penyetoran retribusi ke Bendahara Penerimaan, sehingga Bendahara Penerimaan tidak bisa melakukan rekalkulasi berdasarkan dokumen sumber atas retribusi yang diterimanya.
Dalam melakukan penyetoran retribusi, petugas administrasi ruangan hanya membawa rekapan catatan pendapatan harian dan uang yang akan disetorkan, sehingga Bendahara Penerimaan hanya dapat melakukan rekalkulasi berdasarkan catatan tersebut.
Hasil konfirmasi dengan Direktur RSUD Otanaha menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan Direktur tidak melakukan pengawasan dan evaluasi terkait dengan pengelolaan keuangan pada RSUD Otanaha.
Berdasarkan hasil konfirmasi tersebut. BPK RI berkesimpulan bahwa kondisi tersebut mengakibatkan pendapatan retribusi atas layanan kesehatan pada RSUD Otanaha sebesar Rp262.057.160,00 tidak dapat diperiksa dan tidak diyakini kewajarannya.
Dimana penyebab terjadinya kebocoran pada retribusi pelayanan kesehatan dikarenakan
Direktur, Kasubag Tata Usaha, Kasie Pelayanan, Bendahara penerima dan Petugas Administrasi tidak melakukan pengawasan dan evaluasi atas penatausahaan pendapatan retribusi layanan kesehatan pada RSUD Otanaha serta tidak melakukan pengawasan atas penatausahaan retribusi pelayanan kesehatan pada ruang rawat jalan dan ruang rawat darurat dan Apoteker sesuai dengan ketentuan. (Sumber : LHP BPK RI Tahun 2021)