Faktanews.com – Tajuk. Persoalan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dana hibah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Kabupaten Pohuwato semakin mengemuka.
Ketidakterbukaan Inspektorat Daerah dalam mengungkap hasil pemeriksaan memunculkan banyak pertanyaan, terutama terkait kesepakatan hasil temuan yang ditandatangani pada 22 Januari 2025.
Hasil Temuan Inspektorat: Rp 736 Juta Lebih Dana Hibah Bermasalah
Kepada Fakta News, Riski Dama mengungkapkan bahwa ia menemukan dokumen kesepakatan hasil temuan yang ditandatangani dalam pertemuan di ruangan Inspektur Pembantu II.
Dalam dokumen tersebut, Ketua dan Bendahara LPTQ Pohuwato telah menerima dan menyetujui hasil temuan perhitungan kerugian daerah atas dana hibah tahun 2024.
Berdasarkan temuan Inspektorat, ada dua permasalahan utama dalam pengelolaan dana hibah LPTQ Pohuwato:
- Belanja Hibah LPTQ Pohuwato – Total Rp 707.837.493, dengan rincian:
- Selisih (Temuan): Rp 906.571.194
- Tindak Lanjut: Rp 170.000.000
- Kurang Bukti: Rp 94.273.000
- Lebih Bayar: Rp 113.564.493
- Tidak Memiliki SPJ: Rp 500.000.000
- Pajak yang Tidak Disetor – Nilai temuan sebesar Rp 28.733.700
Sehingga jika diakumulasikan, total temuan Inspektorat terhadap dana hibah LPTQ Pohuwato mencapai Rp 736.571.193.
Inspektorat Dinilai Berupaya Melindungi Pihak Tertentu?
Meski hasil temuan ini telah disepakati oleh Ketua dan Bendahara LPTQ, Inspektorat Daerah justru menyurati Kejaksaan Negeri Marisa terkait tindak lanjut kasus ini.
Dalam surat tersebut, Inspektorat memberikan batas waktu hingga 27 Maret 2025 untuk penyelesaian.
Yang lebih mencurigakan, di akhir surat, Inspektorat meminta dilakukan perhitungan ulang atas temuan Rp 736.571.193 setelah batas waktu 60 hari berakhir.
Hal ini pun memantik reaksi keras dari publik. Bagaimana mungkin hasil yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Inspektorat sendiri dianulir begitu saja?
Apakah ada upaya perlindungan terhadap pihak tertentu agar kasus ini tidak sampai ke ranah hukum?
Di tengah berbagai kejanggalan ini, banyak pihak menaruh harapan kepada Kejaksaan Negeri Pohuwato untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dana hibah LPTQ.
Dengan jumlah temuan yang mencapai ratusan juta rupiah, Kejari diharapkan tidak terpengaruh oleh tekanan politik atau kepentingan tertentu yang ingin mengaburkan kasus ini.
Apakah Kejari Pohuwato akan benar-benar menjalankan tugasnya dengan profesional dan independen, atau justru ikut terseret dalam permainan para oknum yang ingin menutupi dugaan korupsi ini?
Padahal, persoalan dugaan korupsi dana hibah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Kabupaten Pohuwato bukan sekadar kasus biasa.
Ini adalah ujian moralitas dan integritas bagi para pemangku kepentingan, terutama bagi Kepala Kejaksaan Negeri Pohuwato.
Semuanya kini menanti, apakah kasus ini akan benar-benar diusut hingga tuntas, ataukah akan menjadi satu lagi persoalan yang menguap begitu saja tanpa kejelasan?
Dana hibah LPTQ seharusnya digunakan untuk membina para qari dan qariah, meningkatkan kualitas tilawah, serta memperkuat syiar Islam di daerah.
Namun, jika benar ada penyelewengan, ini bukan hanya pengkhianatan terhadap amanah, tetapi juga dosa besar yang mencoreng nama agama.
Alih-alih membangun generasi Qur’ani, dana yang seharusnya mendukung kegiatan keagamaan justru diduga masuk ke kantong oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kini, semua mata tertuju pada Kejaksaan Negeri Pohuwato. Apakah Kejari akan membiarkan dugaan kasus ini berlalu begitu saja, ataukah mereka akan berdiri tegak untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu?
Pilihan ini sangat jelas:
Jika kasus ini dibiarkan, maka Kejari Pohuwato secara tidak langsung ikut bertanggung jawab dalam kezaliman terhadap masyarakat.
Jika kasus ini diungkap dan pelaku ditindak, maka ini akan menjadi bukti bahwa hukum masih memiliki nyali di Pohuwato.
Masyarakat tentu tidak bodoh. Setiap informasi mengenai dugaan penyimpangan dana publik cepat tersebar, apalagi di era digital.
Jika Kejari memilih untuk diam atau “masuk angin,” maka bukan hanya kredibilitas mereka yang hancur, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum akan semakin tergerus.
Publik hanya ingin satu hal, kejelasan dan keadilan. Tidak peduli siapa yang terlibat, hukum harus tetap ditegakkan
Kepala Kejaksaan Negeri Pohuwato saat ini berada dalam posisi krusial. Keputusan mereka akan menentukan apakah Pohuwato masih bisa berharap pada hukum atau tidak.
Kasus ini adalah cerminan dari keberanian atau kelemahan hukum. Jika Kejari serius ingin membersihkan Pohuwato dari praktik korupsi, maka mereka harus bertindak tegas, bukan hanya sekadar wacana.
Jika tidak, maka pertanyaan besar bagi mereka adalah: Apakah ingin sama-sama berdosa atau menegakkan aturan?