Faktanews.com – Tajuk. Dugaan aliran dana dari perusahaan pertambangan di Pohuwato ke lembaga DPRD Provinsi Gorontalo kembali menyoroti hubungan antara dunia politik dan kepentingan bisnis.
Jika benar ada dana yang mengalir dari perusahaan tambang ke para legislator, maka hal ini bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi juga indikasi bahwa lembaga yang seharusnya mengawasi justru telah menjadi bagian dari permainan oligarki.
Pertambangan di Pohuwato bukan hanya isu ekonomi, tetapi juga sumber dari berbagai konflik sosial dan lingkungan.
Selama ini, masyarakat kerap mengeluhkan dampak buruk aktivitas tambang, mulai dari pencemaran lingkungan, perampasan lahan, hingga ketimpangan kesejahteraan. Namun, suara rakyat sering kali tidak mendapat perhatian serius dari DPRD.
Pertanyaannya, apakah ini terjadi karena adanya aliran dana yang membuat legislator lebih berpihak pada korporasi ketimbang masyarakat?
Sementara itu, Lembaga DPRD Provinsi Gorontalo pernah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan menjanjikan adanya pembentukan Pansus Pertambangan dan Pansus Perkebunan, namun hingga dengan saat ini belum ada tindak lanjut atas Rapat tersebut.
Jika dugaan ini benar, maka ada persoalan besar dalam independensi DPRD. Lembaga yang seharusnya menjadi penjaga kepentingan publik justru diduga menjadi alat bagi perusahaan untuk melanggengkan eksploitasi sumber daya alam tanpa pengawasan yang ketat.
Ini bisa menjelaskan mengapa beberapa kebijakan terkait pertambangan di Gorontalo sering kali lebih menguntungkan perusahaan daripada masyarakat lokal.
Kejadian seperti ini juga menunjukkan bagaimana tambang bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga merusak sistem politik dan hukum.
Uang dari bisnis pertambangan bisa menjadi alat untuk melemahkan fungsi pengawasan DPRD, membungkam kritik, dan memperlancar regulasi yang menguntungkan investor.
Jika tidak ada transparansi dan pengawasan ketat, maka praktik ini hanya akan semakin mengakar.
Aparat penegak hukum harus turun tangan mengusut dugaan ini. Jika benar ada legislator yang menerima aliran dana dari perusahaan tambang, maka mereka harus bertanggung jawab secara hukum dan moral.
Masyarakat juga harus lebih kritis dalam mengawasi wakil rakyatnya, agar DPRD benar-benar bekerja untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan pemodal.
Gorontalo tidak boleh dikuasai oleh oligarki tambang yang memperalat lembaga legislatif demi keuntungan pribadi. Jika DPRD masih ingin dihormati sebagai lembaga yang kredibel, maka transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas.
Jika tidak, maka kepercayaan publik terhadap institusi ini akan semakin runtuh, dan demokrasi hanya akan menjadi formalitas tanpa makna.