Langkah tegas Tim Gabungan dari Korem 133 Nani Wartabone dan Kodim 1313 Pohuwato terhadap aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang melibatkan Purnawirawan TNI Arsyad Lubis seharusnya menjadi sinyal jelas bahwa kejahatan lingkungan tak akan ditoleransi.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, Arsyad Lubis tampaknya tak gentar dan terus bermanuver untuk melanjutkan aktivitas ilegalnya.
Meski mendapat sorotan tajam dan tindakan hukum, Arsyad diduga masih berupaya melakukan lobi melalui masyarakat lokal Pohuwato untuk mediasi dengan jurnalis Fakta News, bahkan membawa sentimen religius dengan alasan mendekati Bulan Ramadhan.
Dalih ini, jika benar adanya, memperlihatkan bagaimana hukum sering kali coba dinegosiasikan, meski seharusnya bersifat final dan tegas.
Penggunaan masyarakat lokal untuk mediasi mencerminkan strategi klasik yang sering dilakukan pelaku ilegal, berlindung di balik kepentingan rakyat kecil.
Padahal, aktivitas PETI yang dilakukan Arsyad Lubis telah berdampak buruk pada lingkungan serta mengancam sumber air bersih dan lahan pertanian masyarakat itu sendiri.
Jika masyarakat benar-benar memahami dampak jangka panjang dari PETI, mereka seharusnya menjadi pihak yang paling vokal menolak aktivitas tersebut.
Oleh karena itu, aparat dan pemangku kebijakan perlu memberikan edukasi yang jelas kepada masyarakat terkait risiko besar dari pertambangan ilegal.
Langkah tegas yang sudah dilakukan Korem dan Kodim tak boleh berhenti di titik ini. Konsistensi adalah kunci untuk memutus rantai pembangkangan hukum.
Jika Arsyad Lubis tetap bersikeras melanjutkan aktivitas ilegalnya, aparat harus mengambil langkah hukum yang lebih tegas tanpa kompromi.
Membawa alasan “Bulan Ramadhan” untuk melemahkan penegakan hukum adalah bentuk manipulasi yang tak dapat dibenarkan.
Hukum harus tetap berjalan tanpa dipengaruhi oleh isu waktu atau agama. Penegakan keadilan justru menjadi bagian dari nilai-nilai moral yang sejalan dengan ajaran agama mana pun, termasuk Islam.
Pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat harus bersatu dalam memerangi PETI yang terus merusak lingkungan Pohuwato. Tindakan tegas terhadap Arsyad Lubis adalah ujian bagi wibawa hukum di daerah ini.
Jika hukum berhasil ditegakkan tanpa kompromi, maka ini akan menjadi preseden positif bahwa kejahatan lingkungan tidak memiliki tempat di Pohuwato.
Sebaliknya, jika pembiaran terjadi, maka nama baik institusi keamanan dan masa depan lingkungan daerah akan terus terancam.
Pada intinya, penangkapan alat berat yang diduga digunakan dalam aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) milik Arsyad Lubis menjadi salah satu langkah penting dalam upaya menegakkan hukum di Kabupaten Pohuwato. Namun, muncul tanda tanya besar.
Mengapa alat berat tersebut belum juga diserahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH)?
Alat berat dalam kasus PETI bukan hanya sekadar barang bukti, tetapi simbol kejahatan lingkungan yang harus segera diamankan sebagai bentuk penegakan hukum yang nyata. Penundaan penyerahan alat berat ini menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan intervensi atau kompromi yang dapat melemahkan proses hukum.
Jika alat bukti ini tidak segera diamankan secara resmi oleh APH, dikhawatirkan akan muncul celah bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyiasati proses hukum. Ini dapat mencederai kepercayaan masyarakat terhadap aparat dalam menangani kejahatan lingkungan.

Berdasarkan informasi dan data terakhir, Alat Berat yang telah berhasil diamankan oleh Tim Gabungan Korem 133 Nani Wartabone dan Kodim 1313 Pohuwato masih di amankan diwilayah seputar SMK Marisa dan belum diserahkan ke Pihak Aparat Penegak Hukum.