Faktanews.com – Gorontalo. Polemik terkait Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) GORR kembali disoalkan. Pasalnya, pernyataan pihak Kejaksaan Tinggi Gorontalo berubah pasca Kajati Risal Nurul Fitri.
Dimana terdapat 2 pernyataan yang berbeda dari Risal Nurul Fitri (Mantan Kajati) dan Purwanto Joko Irianto ( Kajati saat ini) dalam menanggapi persoalan dugaan Korupsi dan dugaan TPPU dalam proyek GORR.
Hal tersebut terungkap saat konferensi pers di aula Kejalsaan Tinggi Gorontalo. Dimana menurut Kajati Purwanto Joko Irianto bahwa dirinya sendiri tidak pernah mendengar persoalan Sprindik TPPU GORR.
“ Untuk Sprindik TPPU GORR ini ada apa tidak Pak Ass Pidsus? Saya belum dengar ini.” Jelasnya kaget sambil melirik ke arah Asisten Pidana Khusus.
Setelah sejenak melakukan diskusi dengan Asisten Pidana Khusus, Kejati Gorontalo menyatakan bahwa semua persoalan terkait Mega Proyek Gorontalo Outer Ring Road tidak ada yang menjurus pada TPPU.
“ TPPU itu kan harus mengacu ke tindak pidana pokoknya. Misalnya, tindak pidana pokoknya korupsi dan disampaikan oleh Pak Ass Pidsus tadi bahwa korupsinya sudah terbukti. Nah, sekarang ada nggak yang masuk ke TPPU, sementara TPPU itu kan ada penempatan, ada layering atau pengiriman, ada sesuatu yang ditampung untuk mengaburkan hasil perbuatan korupsinya ada nggak, kalau nggak ada ya perkara TPPU-nya nggak ada.” Ungkap Joko Irianto
Lanjut Joko, tidak terpenuhinya Tindak Pidana Pencucian Uang dikarenakan seluruh anggaran masuk ke rekening pemilik lahan dan digunakan sesuai dengan mekanisme yang ada.
“ Dan menurut informasi tidak ada dan setiap pembayaran lahan itu langsung masuk ke rekening pemilik lahan, tidak ada yang masuk ke pihak satker ataupun ke pihak Gubernur. Kita sudah melakukan pemeriksaan dan dalam persidangan juga demikian. Kepada pihak BRI sebagai pihak penerima dana ganti rugi pembebasan lahan juga kepada pihak satker dan itu tidak ditemukan aliran dana.” Jelas Joko
Banyak yang harus dilakukan untuk dapat membuktikan sebuah kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun jika ditemukan bukti baru pihaknya akan membuka kembali kasus tersebut.
“ TPPU itu harus ada perbuatan seseorang menerima hasil korupsi dan dikaburkan melalui rentetan misalnya melalui perbankan atau layering ke orang lain seolah-olah uang bukan dari dia atau digunakan untuk membeli aset dan itu perlu penelusuran sampai ke sana.” Terangnya seraya menyatakan
Bahwa TPPU dalam perkara GORR tidak ditemukan dan perkara Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang pada mega proyek tersebut dihentikan.
“Tidak ada ditemukan aliran dana yang dilakukan oleh pelaku yang sudah disidangkan itu. Sehingga ada penghentian. Tapi penghentian itu tidak mutlak, kalau memang ada ditemukan bukti baru itu bisa dibuka kembali.” Tutup Joko
Sebelumnya, dibeberapa media online memuat statement mantan Kepala Kejaksaan Tinggi, Risal Nurul Fitri tentang terbitnya Surat Perintah Penyiidikan (Sprindik) TPPU GORR.
Dikutip dari media Kompas.tv, dimana terdapat 2 kasus dalam mega proyek hingga terdapat perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.
Sprindik yang dikeluarkan tersebut berdasarkan fakta persidangan, dimana baik hakim dan jaksa penuntut umum tidak dapat membuktikan aliran dana yang diduga raib sebagaimana perhitungan BPKP.
Berdasarkan hasil perhitungan BPKP, ada 667 surat pernyataan penguasaan fisik atau SPPF yang dianggap tidak benar dalam proses pembebasan lahan GORR. Dengan kerugian negara mencapai 43, 3 milar rupiah.
Meski tidak menyebut nama oknum pejabat, namun kepala kejaksaan tinggi menyakini ada orang lain yang lebih bertanggungjawab dan menjadi aktor penting dalam kasus GORR dan diduga menerima aliran dana tersebut.
“Dalam persidangan keterangan saksi surat petunjuk keterangan terdakwa dalam persidangan, ada menunjukkan perannya orang lain dalam perkara ini, yang akan kami segera tindak lanjuti. Dalam waktu dekat saya akan mengeluarkan surat penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang ” Jelas Risal