Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Gocekan SuPol

Mental Feodal

×

Mental Feodal

Sebarkan artikel ini

Pilgub Gorontalo masih lama. Tapi para blantik politik sudah mulai sibuk mengocok sejumlah nama kandidat buat dijajakan. Saya tak tahu persis standar mereka apa. Namun jika dilihat dari nama-nama yang muncul, kemungkinan standarnya ini: uang, jabatan, dan status sosial tinggi.

Tentu saja. Tak mungkin orang macam Jeksen Santiago, yang kerjaannya membual di warung kopi tiba-tiba ditunjuk jadi kandidat. Omong kosong semacam itu mustahil.

Mengapa uang, jabatan dan status sosial masih menjadi standar, saya tak tahu musti menjawab pertanyaan ngehe itu dari mana. Akan tetapi jika ditakrifkan kira-kira begini. Uang, kandidat musti punya uang buat membeli suara konstituennya. “Untuk basiram akan,” kata Mat Dolay. Kalian tak perlu tahu siapa orang ini. Yang jelas dia kawan Jeksen.

Kemudian jabatan, ini perlu karena pengalaman itu menentukan. “Tida penting pengalaman ada baapa, pokonya yang penting ada pengalaman so kuat itu,” kata Mat Dolay lagi.

Lalu, yang terakhir, status sosial. “Masa seorang berkasta ‘tuango lipu’, dan apalagi ‘wato’, mo disuruh bapimpin Gorontalo, pemimpin itu milik kasta ‘olongia’, ‘udulaä’, dan ‘wali-wali’ bro.” Kalau yang ini bukan kata Mat Dolay tapi kata Jeksen Santiago pada suatu ketika di Warkop Maksoed. Kadang-kadang bualan orang ini agak masuk akal.

Kalau dipikir-pikir lagi, semua standar ini persis standar politik abad 19 yang feodal, di mana kekuasaan dikendalikan oleh para bangsawan, orang-orang kaya, dan punya pengalaman, pengalaman memeras rakyat dengan memasang muka ramah. Dan di dalam sistem seperti ini sudah pasti banyak penjilatnya. “Daadata da’a taa hemo koprol,” kata Jeksen lagi.

“Baru kinapa standar brengsek bagitu itu masih dipake di abad 21 ini ee?” Tanya saya. Jeksen menggeleng. Ia terlihat berpikir sebentar. Keningnya mengkerut. Saya menunggu. Tak lama kemudian laki-laki berambut kribo itu menjawab, “Mungkin karena mentalitas li kitorang ini masih sama, zaman modern tapi mentalitas masi abad 19.” Ia kemudian buru-buru beranjak dari kursinya dengan setengah berteriak, “Handi, ti Bang Santo yang bayar ana pe kopi aa.”

Jeksen keparat!

***

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya. Example 300x300
Example 120x600