Oleh: Abdul Basid A. Tuda | Pemuda Popayato
Faktanews.com – Opini. Program kemitraan plasma yang seharusnya menjadi jalan tengah antara kepentingan perusahaan dan kesejahteraan masyarakat, kini justru menjadi pertanyaan besar di hadapan publik.
PT. Inti Global Grup, sebuah perusahaan perkebunan yang beroperasi di wilayah Popayato, menjadi sorotan akibat belum terealisasinya janji pemberian plasma bagi masyarakat sekitar.
Padahal, jika mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No. 98 Tahun 2013, perusahaan perkebunan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20% dari total luas area yang dikuasainya. Ini bukan sekadar kebijakan administratif, tapi bentuk dari tanggung jawab sosial dan ekonomi jangka panjang.
Namun, di kenyataan lapangan, suara-suara dari warga justru menggambarkan kekecewaan. Beberapa tokoh masyarakat Popayato mengaku sudah muak dengan janji-janji tanpa kejelasan, sementara lahan yang dulunya mereka kelola secara turun-temurun kini telah berubah menjadi hamparan perkebunan milik perusahaan. Janji plasma yang semula dianggap sebagai harapan masa depan, kini mulai terasa seperti angan-angan yang tak kunjung diwujudkan.
Perusahaan kerap berdalih bahwa prosesnya masih berjalan, terkendala administrasi, atau belum mendapat persetujuan pihak tertentu. Tapi sampai kapan masyarakat harus bersabar? Waktu terus berjalan, dan ketimpangan ekonomi di sekitar wilayah operasional perusahaan makin terasa.
Ironisnya, di tengah belum jelasnya program plasma, PT. IGL Grup tetap beroperasi dan memanen keuntungan. Apakah ini bentuk keberpihakan pada korporasi semata? Atau justru cerminan lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan pusat?
Sudah saatnya Pemerintah Pohuwato, khususnya dinas terkait, untuk menaruh perhati lebih dalam menangani hal ini. Tidak cukup hanya dengan imbauan atau mediasi tanpa hasil. Perlu ada audit menyeluruh, keterbukaan informasi, serta sanksi tegas bagi perusahaan yang lalai terhadap kewajiban sosialnya.
Sebab, Plasma bukan sekadar “bagi-bagi lahan”, tapi simbol dari keadilan ekonomi dan pengakuan atas hak masyarakat adat dan lokal.
Apabila PT. IGL Grup tidak segera merealisasikan plasma yang dijanjikan, maka wajar jika publik bertanya: apakah semua ini hanya harapan kosong? Atau memang sejak awal hanya angan-angan?