Faktanews.com – Tajuk. Ketidakhadiran Direktur PT. PETS, Boyke Abidin, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Provinsi Gorontalo tanggal 20 Januari 2025 menimbulkan tanda tanya besar.
Bagaimana mungkin seorang direktur perusahaan yang sedang dalam sorotan bisa mengabaikan forum resmi seperti RDP, tetapi justru terlihat hadir dalam agenda reses seorang anggota dewan, dalam hal ini Mikson Yapanto.
RDP merupakan forum resmi yang melibatkan gabungan komisi DPRD dan bertujuan untuk menggali informasi serta mencari solusi atas persoalan yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Dalam kasus PT. PETS, yang tengah disorot terkait berbagai persoalan di sektor pertambangan, kehadiran direktur perusahaan dalam RDP adalah sebuah keharusan. Ini bukan sekadar undangan biasa, tetapi bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat dan wakilnya di parlemen.
Sebaliknya, reses adalah agenda individu anggota DPRD untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya.
Pertanyaannya, apakah lebih penting menghadiri reses ketimbang menghadiri forum resmi DPRD yang membahas langsung isu krusial yang menyangkut PT. PETS?
Absennya Boyke Abidin dalam RDP bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap transparansi dan akuntabilitas. Lebih jauh, ini bisa mencerminkan adanya hubungan yang tidak sehat antara perusahaan dan beberapa oknum di DPRD.
Jika direktur perusahaan lebih memilih hadir dalam agenda reses dibanding menghadiri forum resmi yang membahas kebijakan publik, maka wajar jika muncul dugaan bahwa ada kepentingan tertentu yang sedang dimainkan.
Ketimpangan prioritas ini harus menjadi perhatian publik dan DPRD secara kelembagaan. Jangan sampai forum resmi seperti RDP hanya menjadi formalitas, sementara keputusan sebenarnya terjadi di luar meja sidang.
Jika DPRD Provinsi Gorontalo serius dalam mengusut persoalan pertambangan, maka tindakan tegas harus diambil terhadap PT. PETS, termasuk pemanggilan ulang direktur perusahaan dengan konsekuensi lebih berat jika tetap mangkir.
Transparansi dan akuntabilitas bukan hanya tanggung jawab DPRD, tetapi juga pihak yang menjadi objek pengawasan.
Jika RDP terus diabaikan, maka pertanyaannya bukan lagi tentang penting atau tidaknya forum ini, melainkan seberapa besar kepentingan yang sedang dijaga hingga seorang direktur lebih memilih reses daripada rapat resmi parlemen.