Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
HeadlineTajuk

Minimnya Kehadiran Anggota DPRD dalam Sidang Paripurna: Sinyal Potensi Impeachment Gubernur Gorontalo?

×

Minimnya Kehadiran Anggota DPRD dalam Sidang Paripurna: Sinyal Potensi Impeachment Gubernur Gorontalo?

Sebarkan artikel ini
Oleh : Jhojo Rumampuk

Minimnya kehadiran anggota DPRD dalam Sidang Paripurna Sambutan Gubernur Gorontalo GusnarPeriode 2025-2030—yang hanya dihadiri 16 dari 45 anggota DPRD—bukan sekadar persoalan administratif. 

Ini adalah sinyal politik yang sangat kuat, yang bisa berujung pada ancaman impeachment atau pemakzulan terhadap Gubernur Gorontalo.

Secara hukum, impeachment terhadap seorang kepala daerah memang tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh DPRD, tetapi harus melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Namun, boikot terhadap rapat paripurna adalah langkah awal yang bisa dimaknai sebagai mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan gubernur yang baru dilantik.

Apa yang Sebenarnya Terjadi?. Ketidakhadiran mayoritas anggota DPRD bisa disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Sikap Politik DPRD Terhadap Gubernur

Bisa jadi ada ketidakpuasan terhadap hasil Pilkada atau kebijakan awal gubernur yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan politik mayoritas anggota DPRD.

2. Manuver Politik untuk Melemahkan Pemerintahan Baru

Jika DPRD memang berupaya melemahkan posisi gubernur, maka ini bisa menjadi strategi awal untuk membangun narasi kegagalan pemerintahan, yang pada akhirnya bisa digunakan sebagai dasar impeachment.

3. Konflik Kepentingan dan Tekanan Politik

 Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam politik daerah, kepentingan kelompok sering kali lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat. Jika gubernur dianggap tidak sejalan dengan kepentingan mayoritas DPRD, maka berbagai cara bisa dilakukan untuk menjatuhkan legitimasinya.

Impeachment, Realistis atau Hanya Tekanan Politik?

Impeachment terhadap kepala daerah tidak bisa dilakukan hanya karena alasan politis semata. Ada mekanisme hukum yang harus dipenuhi, termasuk adanya bukti pelanggaran hukum seperti:

* Pelanggaran sumpah jabatan

* Penyalahgunaan wewenang

* Tindak pidana korupsi atau kejahatan berat lainnya

Jika tidak ada pelanggaran tersebut, maka DPRD tidak memiliki dasar kuat untuk mengajukan pemakzulan. 

Dengan kata lain, ketidakhadiran mereka dalam sidang paripurna lebih merupakan bentuk tekanan politik daripada upaya impeachment yang benar-benar memiliki dasar hukum.

1. Pemerintahan Gubernur Bisa Terganggu

Jika DPRD terus melakukan aksi boikot dan tidak memberikan dukungan terhadap kebijakan gubernur, maka berbagai program pembangunan bisa terhambat.

2. Konflik Eksekutif dan Legislatif Bisa Meningkat

Hubungan yang tidak harmonis antara gubernur dan DPRD bisa berujung pada stagnasi pemerintahan, yang pada akhirnya merugikan masyarakat Gorontalo.

3. Munculnya Krisis Kepercayaan Publik

Masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap DPRD yang terlihat lebih sibuk dengan kepentingan politiknya daripada bekerja untuk rakyat.

Jika DPRD memang memiliki kritik terhadap gubernur, maka seharusnya disampaikan melalui mekanisme yang sesuai, bukan dengan aksi boikot yang justru menunjukkan ketidakmatangan politik. 

Jika ada dugaan pelanggaran yang dilakukan gubernur, maka DPRD bisa menempuh jalur hukum yang sesuai, bukan sekadar membangun opini untuk memperlemah pemerintahan.

Sebaliknya, jika ini hanya permainan politik, maka masyarakat harus kritis dalam menilai sikap DPRD. Jangan sampai lembaga legislatif justru menjadi penghambat pembangunan Gorontalo hanya karena kepentingan kelompok tertentu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600