Oleh : Jhojo Rumampuk
Faktanews.com – Gorontalo. Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di KM 18 dan DAM di wilayah Pohuwato telah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan lingkungan, terutama ketersediaan sumber air bersih bagi masyarakat di Popayato dan Buntulia.
Sayangnya, respons dari aparat penegak hukum (APH) di Polres Pohuwato dinilai jauh dari harapan. Lemahnya tindakan hukum yang diambil terhadap pelaku PETI, ditambah dengan dugaan keterlibatan oknum aparat dan politisi lokal, menunjukkan bagaimana hukum di Pohuwato seolah tunduk pada kepentingan tertentu.
Buruknya Kinerja Polres Pohuwato
Polres Pohuwato berada di garis depan untuk menegakkan hukum atas aktivitas PETI yang secara terang-terangan merusak lingkungan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan PETI di KM 18 dan DAM terus berlangsung tanpa tindakan tegas. Hal ini mengindikasikan beberapa hal:
- Polres Pohuwato seakan tidak berani menghadapi pelaku PETI yang diduga memiliki dukungan dari pihak-pihak berpengaruh, baik oknum di internal kepolisian maupun politisi lokal.
- Dampak nyata dari PETI, seperti kerusakan hutan, pencemaran air, dan hilangnya sumber air bersih, tampaknya tidak menjadi perhatian serius. Padahal, ini adalah ancaman langsung bagi kesehatan dan kehidupan masyarakat.
- Dugaan bahwa Polres Pohuwato menerima upeti dari pelaku PETI semakin memperkuat persepsi masyarakat bahwa hukum hanya berlaku untuk mereka yang lemah, sementara pemilik kekuasaan dan uang kebal dari tindakan hukum.
Dugaan Keterlibatan Oknum Polda Gorontalo dan DPRD Pohuwato
Dugaan keterlibatan oknum anggota Polda Gorontalo dan anggota DPRD Pohuwato dari Fraksi NasDem dalam aktivitas PETI di KM 18 dan DAM adalah isu serius yang harus diselidiki secara transparan. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
- Jika benar ada oknum dari Polda Gorontalo yang terlibat, ini mencerminkan kerusakan sistemik di tubuh institusi kepolisian. Keterlibatan mereka, baik dalam bentuk perlindungan terhadap pelaku PETI atau penerimaan keuntungan finansial, adalah pengkhianatan terhadap tugas utama mereka sebagai pelindung masyarakat.
- Dugaan bahwa seorang anggota DPRD Pohuwato berperan dalam aktivitas PETI memperlihatkan bagaimana kekuasaan politik sering kali digunakan untuk keuntungan pribadi, bahkan dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat. Jika hal ini dibiarkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga legislatif sebagai perwakilan rakyat.
Dampak Lingkungan dan Sosial yang Tidak Bisa Diabaikan
Aktivitas PETI di KM 18 dan DAM bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga soal pelanggaran hak asasi manusia. Ketersediaan air bersih adalah kebutuhan dasar yang harus dilindungi. Dengan rusaknya sumber air di Popayato dan Buntulia akibat aktivitas PETI, dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat, terutama:
- Air yang tercemar logam berat dari aktivitas tambang meningkatkan risiko penyakit.
- Kehilangan sumber air bersih berarti masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan air layak pakai.
- Kerusakan hutan di sekitar lokasi tambang menyebabkan erosi, banjir, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi situasi ini, diperlukan langkah-langkah nyata dan tegas:
Mabes Polri dan lembaga independen seperti KPK harus turun langsung untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum Polda Gorontalo, anggota DPRD, dan aparat Polres Pohuwato.
Proses penyelidikan dan penindakan terhadap pelaku PETI harus dilakukan secara terbuka agar masyarakat dapat memantau perkembangan kasus ini.
Masyarakat di Popayato dan Buntulia harus diberdayakan untuk berperan aktif dalam melaporkan aktivitas PETI serta mengadvokasi hak mereka atas lingkungan yang sehat.
Sanksi Tegas
Pelaku PETI, termasuk pihak yang memberikan perlindungan, harus diberi sanksi hukum yang berat untuk memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
Buruknya kinerja Polres Pohuwato dalam menangani PETI di KM 18 dan DAM tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencerminkan lemahnya integritas aparat penegak hukum.
Dugaan keterlibatan oknum Polda Gorontalo dan anggota DPRD Pohuwato menunjukkan bahwa kepentingan pribadi dan ekonomi sering kali mengalahkan tanggung jawab moral dan hukum.
Masyarakat Pohuwato, khususnya di Popayato dan Buntulia, berhak mendapatkan perlindungan hukum dan lingkungan yang sehat.
Sudah saatnya Polres Pohuwato dan institusi terkait berhenti mencari keuntungan pribadi dan mulai menjalankan tugas mereka sebagai pelindung rakyat dan lingkungan.
Keberanian untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan menyelamatkan masa depan Pohuwato.