Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Headline

Pilkada Kabupaten Gorontalo 2020, Antara Kepercayaan Rakyat Dan Peluang Figur Baru

×

Pilkada Kabupaten Gorontalo 2020, Antara Kepercayaan Rakyat Dan Peluang Figur Baru

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi-Pilkada-Serentak-2020

Faktanews.com (Tajuk) – Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Gorontalo Tahun 2020 sudah mulai Nampak gaungnya, meskipun rangkaian Pilkada masih cukup lama yakni pada bulan September 2020 dan prosesnya baru akan dilakukan pada Maret 2020. Namun kondisi saat ini sudah mulai menarik perhatian untuk diamati seluruh kalangan masyarakat yang ada di Kabupaten Gorontalo.

Hal ini dapat dilihat dari masuknya beberapa nama figure potensial dan berkualitas pada bursa Cakada, yang saat ini sedang gencar – gencarnya mempromosikan dirinya walau belum memasuki tahapan. Tentu partisipasi masyarakat sangat diharapkan, mengingat posisi strategis Kabupaten Gorontalo yang dipandang sangat seksi untuk diikuti setiap perkembangannya, sebab Pilkada pada Daerah pemilik Tower Pakaya itu berbicara tentang Kepercayaan, janji dan munculnya kandidat – kandidat Cakada yang berkualitas dan layak memimpin daerah yang baru saja berulang tahun ke 346 itu.

Sementara itu, kondisi Partai politik sangat terbantu dengan hadirnya nama – nama kandidat baru  selain posisi petahana yang saat ini gencar melakukan komunikasi politiknya. Hal ini sangat menarik untuk dibahas baik kondisi Petahana dan para figure yang bergantian hadir menghiasai blantika politik saat ini.

Jika berkaca dari banyak daerah, Kepala Daerah yang menjabat diperiode pertamanya pun disebut kandidat yang digadang akan kembali maju dalam kontestasi Pilkada.  Selama Kepemimpinannya, berbagai kegiatan pada kapasitasnya juga bisa disebut sebagai sebuah “Kampanye gratis” sebab namanya sering bahkan disebut pada seluruh pemberitaan. Hal ini tentu dapat disebut bahwa petahana memiliki kekuatan popularitas yang tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya, namun aspektabilitas dan elektabilitas bisa berbicara lain tergantung seberapa besar tingkat kepercayaan ditingkat bawah.

Namun perlu disadari, ada beberapa item yang harus menjadi perhatian serius bagi petahana. Bagi masyarakat, petahana yang yang kembali maju dapat dijadikan sebagai ajang “ penghakiman”. Tergantung kepercayaan, sebab janji – janji politik dipastikan menjadikan masyarakat sebagai hakim yang senantiasa siap menunggu untuk mengadili ketika berada pada momentum itu. Jika merasa bahwa kinerja Bupati selama memimpin daerah tidak ada kemajuan, masyarakat tentu dapat memanfaatkan momentum Pilkada sebagai majelis umum  tidak memilih kembali sang petahana itu (Masyarakat bukan Tim sukses). Namun, ketika merasa ada kemajuan yang signifikan dalam kesejahteraannya, tentu tahapan Pilkada akan menjadi ajang dukungan kepada sang bupati untuk melanjutkan kepemimpinannya.

Berikut, safari politik ke “markas lawan” yang gencar dilakukan pada beberapa minggu lalu ini dinilai sebahagian pihak adalah sebagai sebuah “wujud ketakutan”.  Sebab pada momentum Pilkada, posisi sang petahana jika dirasa kuat pasti didekati oleh partai – partai politik demi kepentingan politiknya. Melakukan komunikasi dan lobi – lobi hingga menghasilkan keputusan politik antara Petahana atas dukungannya tersebut. Agak riskan, ketika dilakukan mendekati akhir periode, yang sebelumnya belum dilaksanakan.

Namun hal itu dapat terbantahkan, sebab langkah yang dilakukan oleh petahana adalah sebuah gerak baru biasanya hanya dilakukan oleh negarawan. Dengan istilah “menjemput bola’ pun dapat disandingkan pada prosesi yang sempat dilirik banyak orang itu.

Seperti diketahui, kandidat yang berasal dari birokrat mempunyai nilai jual pada kontestasi politik. Sebab, pengalaman berpuluh – puluh Tahun dianggap mampu menyelesaikan berbagai macam permasalahan kedaerahan menjadi dagangan berkualitas untuk kemudian dipasarkan ke masyarakat sebagai pemilik pesta 5 Tahunan itu.

Belajar dari pengalaman, banyak birokrat yang sukses menjadi Bupati dan juga mampu menjadi pendamping bagi pemimpin yang berlatar politik. Diberbagai level, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/kota, sosok Birokrat yang menjual dirinya terhitung sukses. Jebolan birokrat pada kenyataannya masih dilirik oleh partai politik sebab keberhasilan dan kebiasaan merakyat sebagai pelayan serta dianggap bersih karena jauh dari pemberitaan media. Sebagai contoh, keberhasilan mantan Bupati Gorontalo David Bobihoe Akib yang juga mantan birokrat tulen dengan finish sebagai Sekertaris Daerah pun akhirnya mampu menjadi representasi dari ASN dalam berbagai hal.

Citra publik yang kemudian didorong kemauan publik, menjadikan kandidat yang berlatar birokrat dapat menjadi kekuatan tersendiri. Dan untuk mencapai tataran ini, prasyarat birokrat prestatif dan bersih wajib dimiliki.

Banyak pengalaman dari berbagai daerah, tampuk kepemimpinan tidak hanya berkutat pada politisi dan aparat Negara. Dengan hadirnya demokrasi, dewasa ini mampu memberikan warna baru pada roda kepemimpinan. Tokoh masyarakat yang menjembatani berbagai profesi baik budayawan, Ustad, akademisi, wartawan dan pengusaha dinilai mampu mengemban tampuk kepemimpinan.

Profesionalisme, rekam jejak positif dan putra asli daerah adalah kombinasi yang diharapkan oleh publik ketika rotasi kepemimpinan selalu berputar pada kalangan elit dan dinasti yang membosankan. Publik yang paham pasti menginginkan profil berintegritas yang diharapkan mampu menjadi sosok panutan di daerah.

Pada pandangan perspektif partai politik, tokoh masyarakat memiliki kekuatan popularitas sehingga proses untuk mengkampanyekan profil tersebut dirasa sangat ringan dan mudah. Hal ini jika dilihat, sepertinya tugas dari mesin partai hanya memastikan bahwa popularitas berubah menjadi akseptabilitas yang kemudian mengkonversikannya pada elektabilitas calonnya hingga terpilih. Menjadi contoh ketika Prof. Nelson Pomalingo yang saat itu mencalonkan bersama H. Fadli Hasan  dengan dukungan Partai Demokrat dan PPP, mendominasi suara rakyat pada Pilkada Kabupaten Gorontalo 2015 silam walau pada akhirnya keduanya dipisahkan oleh kodrat yang harus diterima semua pihak.

Selanjutnya, Ada kandidat tokoh nasional asal daerah dinilai juga memiliki popularitas dan profesionalitas yang mumpuni. Secara kharfiah, kategori ini dapat menjadi magnet elektotral yang dinilai cukup kuat dikalangan masyarakat. Keberhasilan dalam menjalankan profesinya ditingkat nasional, cukup mampu untuk memberikan rasa bangga bagi masyarakat sehingga hal ini menjadi dagangan pada item yang dijual oleh tim suksesnya baik relawan maupun partai politik.

Sejak hadirnya demokrasi, pengusaha menjadi salah satu jualan politik yang paling banyak berpengaruh di daerah maupun nasional. Hal ini tidak terjadi pada masa Orde baru, yang menjadikan pengusaha selalu bermain dibelakang layar. Namun hal ini bertolak jauh dari sejarah yang ada, dimana banyak pengusaha mulai merambah dan terjun pada politik praktis. Konsekwensi yang cukup serius, sebab financial menjadi penilaian tersendiri sebagai salah satu syarat terselenggaranya demokrasi.

Tidak bisa dipungkiri, setiap Pilkada memerlukan modal yang besar bagi para aktor untuk menjadi kepala Daerah, sehingga pada posisi inilah lirikan partai politik mengarah pada pengusaha yang notabene memiliki sumberdaya dan kekuatan financial untuk membiayai seluruh hal pada proses Pemilihan Kepala Daerah. Dan pada item ini, H. Darwis Moridu seorang pengusaha yang menjadi Bupati tanpa gelar pendidikan ternyata mampu merebut hati rakyat di Kabupaten Boalemo.

Yang berikut, kalangan muda atau yang biasa disebut kalangan milenial dewasa ini menjadi komoditas politik yang menjadi bahan perbincangan secara nasional. Bukan sebuah hal yang mengagetkan, sebab dalam setiap musim Pilkada, Tokoh muda menjadi alasan masyarakat sebagai sebuah regenerasi kepemimpinan yang hampir dipastikan menjadi jualan bahwa kepemimpinan tidak hanya berotasi pada elit-elit tua.

Berdasarkan ulasan tajuk diatas, Masyarakat Kabupaten Gorontalo masih memiliki cukup waktu untuk menilai dan kemudian mengkaji kepada siapa pilihan itu dijatuhkan. Mulai saat ini, seharusnya masyarakat dapat mengevaluasi kinerja petahana atas janji – janji politik sebagai dasar kepercayaan ketika memilih 4 Tahun lalu. Layak atau tidaknya petahana untuk melanjutkan tampuk kepemimpinannya, dikembalikan kepada public dengan metode penilaian masing – masing. Kemudian untuk kandidat yang berlatar birokrat, tentu prestasi serta terobosan yang selalu memihak kepada kepentingan dan pelayanannya kepada rakyat juga dapat menjadi referensi. Untuk kategori Tokoh masyarakat, publik tentunya harus mencari figure yang dirasa mampu menjadi panutan begitupun pada figur pengusaha dan anak muda Yang akan menampakkan dirinya untuk meramaikan bursa pilkada terseksi di Provinsi Gorontalo.

Pada prinsipnya, masyarakat Kabupaten Gorontalo sudah cerdas untuk tidak hanya sekedar menempatkan diri mereka sebagai obyek pemilu (pemilih) di hari H pemilihan nanti. Namun juga dapat menempatkan diri mereka sebagai subyek pemilu dengan aktif menentukan kandidasi kepala daerahnya. Sebab dari banyak hasil survey, kategori pemilih saat ini mulai beranjak menjadi pemilih rasional, dari pemilih sosiologis dan pemilih psikologis. Pemilih rasional lebih mengutamakan pertimbangan visi-misi, program, kinerja, pengalaman dan kualitas calon dalam menentukan kepala daerahnya dibandingkan dengan faktor-faktor lain termasuk penampilan. Selamat menjadi pemilih cerdas… (***)

Editor : jeffry As. Rumampuk

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya. Example 300x300
Example 120x600