“Jika kalian ingin hidup nyaman dan bisa makan maka tunduklah ‘padaku’, pilih dan menangkan ‘istri-ku’ dan ‘orang-orang’-ku”
Faktanews.com (Opini) – Provinsi Gorontalo, Sedih iya, Kecewa pasti. Dua ekspresi wajah dalam suasana kebathinan seseorang ketika diperhadapkan pada keadaan ketidakpastian harapan “Tunda atau Batal”. Bayangkan saja apa yang sudah direncanakan jauh-jauh hari dengan segala persiapan yang hampir disebut SEMPURNA, bahkan mungkin saja sama sekali jauh dari kata-kata ‘KURANG’. Tiba-tiba, berubah haluan 360 derajat dari rencana dan persiapan sebelumnya.
Seolah-olah, sebelumnya telah melayang terbang diatas tanah yang lapang dan luas. Tiba-tiba, seketika terperangah jatuh berdiri kaku di dalam ruang yang gelap, sempit dan sesak. Sungguh sangat gelap dan semakin sesak dan menyesakkan.
Sepenggal deskripsi diatas adalah sekelumit kisah dari Sang RAJA Durjana. Raja yang biasanya menjajah akhirnya mulai terjajah. Sang Raja JAGAL yang kegemarannya memasung pada akhirnya tiba waktunya dipasung.
Awal cerita, hiduplah sebuah negeri yang subur dan penuh keberkahan. Berkah suasana alamnya serta kaya sumber daya alamnya. Negeri yang belum lama memerdekakan diri menjadi negeri yang otonom dan mandiri. Semua warganya dari dahulu hidup dengan suasana yang rukun dan damai. Diikat oleh karakteristik sosiologisnya yang unik, bersahabat, penuh dengan nuansa religiusitasnya yang berkoherensi dengan baik antara ajaran adat istiadatnya beserta tuntunan syariat agamanya.
Singkat cerita, tibalah pada suatu masa dimana negeri ini dipimpin oleh sang Raja yang sangat me-Raja. Artinya kekuasaan yang ia peroleh, benar-benar ia gunakan sebagai alat kuasa semata. Kekuasaan yang ada dalam genggamannya adalah kuasa yang maha tunggal. Hampir-hampir nilai kekuasaan yang tiada tanding dan tiada banding. Tidak boleh ada satu kekuatan apapun yang bisa menandinginya. Tidak boleh ada kata ‘tidak’ atas kehendaknya. Lebih-lebih sikap ‘lawan’ terhadap semua kemauannya. Semua serba dipaksa. Sepertinya, kebahagiaan hidup seseorang hanya dapat ditentukan oleh sikap tunduk dan patuh hanya padanya.
“Kalian melawan, bersiaplah untuk keluar dan ditendang”
Pada suatu ketika, kelanggengan tahta singgasana sang raja mulai terganggu. Tiba waktunya Ia mendapatkan lawan yang cukup tangguh dan berani yang oleh sebagian penduduk kerajaan mereka namakan sebagai lawan tangguh dan sepadan. Bukan perkara mudah, kelompok perlawanan ini ternyata mampu mengusik kenyamanan hidup sang raja, membuat sang jagal tak nyenyak dalam tidurnya dan tak enak dalam makannya. Sontak seketika, berita ini menjadi obrolan dan perbincangan dimana-mana. Begitu banyak spekulasi dan analisis yang hilir mudik di kepala para penikmat fakta. Keseluruhan perbincangan dan analisa itu mulai terpolarisasi ke semua sudut-sudut negeri kerajaan. Hampir tak ada cerita tanpa perdebatan soal Si Raja Jagal Vs Lawan Tangguh.
Lalu Siapa Mereka?
Mereka adalah sekumpulan kekuatan baru yang lahir dari gumpalan-gumpalan energi kecemasan, rasa muak, kegelisahan, kecewa dan amarah. Kemunculan mereka sontak menjadi sorotan publik. Bukan karena apa, hanya dalam waktu yang cukup singkat saja apa yang mereka lakukan telah berhasil memporak-porandakan sistem kekuasaan yang cenderung feodal. Bagi-bagi jatah kekuasaan hanya untuk keluarga, kelompok dan kroni. Sang penguasa yang hanya sibuk dengan tumpukan kekayaan hartanya sedangkan rakyatnya terus dibohongi dengan pola bagi-bagi program isi perut yang tidak mendidik sama sekali.
“Jika kalian ingin hidup nyaman dan bisa makan maka tunduklah ‘padaku’, pilih dan menangkan ‘istri-ku’ dan ‘orang-orang’-ku”
Yang sedikit unik pada orang-orang ini adalah mereka merupakan sekumpulan orang-orang yang dahulunya mengabdikan dirinya kepada sang raja. Melayani dan ikut memenangkan segala kebutuhan sang raja. Yang hari ini kemudian menjadi musuh dan penjagal dari Sang Jagal. Begitulah rotasi roda kehidupan yang terus berputar. Tak ada yang abadi. Tiada yang kekal.
“Di masa lalu, pemimpin adalah bos. Namun kini, pemimpin harus menjadi partner bagi mereka yang dipimpin. Pemimpin tak lagi bisa memimpin hanya berdasarkan kekuasaan struktural belaka” (erich fromm, filsuf dan psikolog dari Jerman dan Amerika Serikat 1900-1980)
Lanjut kisah, sampailah sang raja pada suatu keadaan yang dipenuhi rasa cekam. Satu masalah besar nan pelik yang melilitnya. Masalah yang bukan sepele. Masalah yang bisa meluluhlantahkan otoritarianisme kekuasaan. Ia diperhadapkan pada permasalahan korupsi besar kerajaan. Tak tanggung-tanggung persoalan hukumnya tersebut melibatkan otoritas hukum yang paling ditakuti di Negeri SONTOLOYO. Yang juga melibatkan pengaruh para petinggi elit sontoloyo.
Berbagai upaya dan daya dilakukan oleh sang raja agar terlepas dari jeratan hukumnya. Segala kemampuan yang dimilikinya ia kerahkan. Seperti hal dan keadaan yang sebelumnya. Ia lolos dan lepas. Namun kali ini tidak mudah. Tidak semudah hari kemarin dan tak seindah hari esok.
Pada akhirnya, sang raja pun tak kehabisan akal bulusnya. Konon kabarnya dari telik sandi kerajaan bahwa sang raja telah menempuh upaya memohon suaka dari sang Kaisar Sontoloyo agar dikebali dari kasus hukumnya.
Dibuatkanlah skenario yang seolah-olah kasus hukumnya adalah murni skenario penzholiman dan kriminalisasi. Bahwa apa yang telah ia lakukan selama ini adalah wujud nyata dari kecintaannya bagi seluruh rakyatnya. Program-program pembangunan yang telah ia lakukan sudah dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh penduduk kerajaan. Maka tidak boleh ada upaya hukum untuk menghentikan semua itu. Ternyata upaya tersebut cukup membuahkan hasil dengan meyakinkan petinggi-petinggi negeri sontoloyo. Dibuatlah rencana kegiatan besar dan spektakuler yang akan dihadiri langsung oleh sang kaisar.
Sang kaisar pun telah diagendakan untuk datang sekaligus meresmikan seluruh kegiatan program yang telah dilaksanakan dengan gelontoran anggaran dari sang kaisar yang sangat besar pula. Tiba waktunya, alih-alih sang kaisar datang justru ‘batal’ hadir dalam agenda kegiatan akbar tersebut. Pukulan telak rasa kecewa berat berkecamuk dalam dada sang raja. Konon kabarnya lagi, batalnya hadir sang kaisar dikarenakan rasa kecewa besar bahwa ternyata selama ini apa yang dilaporkan sang raja padanya adalah tidak benar.
Akhir cerita, drama kisah kehidupan sang raja berikutnya akan selalu menarik dinanti oleh siapa saja.
Sekian.
Kisah ini hanyalah cerita fiktif dan khayalan penulis belaka. Jika ada kesamaan karakter maupun tokoh dalam kehidupan nyata maka cukuplah itu dijadikan sebagai pelajaran.