Faktanews.com (Tajuk). Sebelum Kamis, 15 Oktober 2020: Oke, jadi kita mulai catatan malam ini dengan menganggap demonstrasi sebagai opsi terakhir dan terbaik dengan dasar bahwa para penguasa tidak dapat dipercaya, lembaga-lembaga negara telah bersekutu, pembungkaman telah dimulai dan wakil rakyat tidak dapat dipercaya untuk mewakili suara-suara kaum yang tertindas. Sebelum menyepakati paragraf pertama ini, saya sarankan dan anjurkan untuk tidak melanjutkan membaca catatan kecil ini.
Pertama, tidak bermaksud untuk menggurui kawan dan lawan pembaca saya hanya perlu mengulangi dan mengingatkan kembali bahwa gelombang demonstrasi ini mencuat karena diketuknya “Omnibus Law” oleh para wakil rakyat di Gedung DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020 kemarin, sehingga memicu gejolak sosial dan menyita perhatian hampir seluruh rakyat Indonesia, khususnya para aktivis pergerakan mahasiswa dan aliansi-aliansi buruh yang memprotes keras beberapa point dalam undang-undang karena dianggap merugikan rakyat kelas bawah dan menguntungkan kelompok-kelompok elit saja.
Sehingga aksi demonstrasi tidak dapat dihindarkan, sebagai negara demokrasi aksi-aksi demonstrasi seperti ini bukanlah sesetuatu yang baru sebab demontrasi seperti ini sudah sangat lazim dan sering digunakan sebagai instrumen untuk mengomunikasikan atau menyampaikan aspirasi. Di berbagai belahan dunia lain pun, demonstrasi seakan telah menjadi cara yang paling ampuh bagi masyarakat bawah yang terbungkam untuk menyuarakan aspirasi kepada para penguasa negara.
Demontrasi adalah produk demokrasi, kenapa saya sebut demikian sebab demokrasi menghendaki adanya partisipasi masyarakat untuk mengawal jalannya pemerintahan sehingga aksi tersebut dilakukan sebagai sebuah manifesto kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam menyampaikan aspirasi atau gagasan.
Namun dalam melakukan demonstrasi, para aktivis mahasiswa yang dipercaya sebagai kaum intelektual harus mampu menunjukkan sikap kritis dengan cara-cara yang intelek, elegan, dan bijaksana. Semua peserta aksi demonstrasi harus memegang teguh prinsip etis dan norma-norma yang berlaku, memahami akar permasalahan atau aspirasi yang ingin disampaikan serta harus memberi “bonus” berupa solusi sebagai masukan dan saran atas kekurangan yang ada karena kritikan tanpa saran konstruktif bagaikan sebuah teori yang tak didukung oleh dalil ilmiah yang valid, begitu yang saya pahami.
Demonstrasi harus tetap berlandaskan pada nilai-nilai dan regulasi yang masih berlaku seperti etika dan peraturan hukum sehingga dalam melakukan aksi demonstrasi tidak menimbulkan kerusakan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apalagi, jika melihat demonstrasi sebelum-sebelumnya bahwa kecenderungan untuk anarkis dan tindakan-tindakan represif oleh pihak keamanan sehingga berakhir ricuh maka semua harus kembali pada pedomannya masing-masing.
Sekali lagi, sebagai anggota aksi demontrasi perlu kita luruskan dan tegakkan niat awal dalam hati kita bahwa kita ingin menghadirkan perubahan dalam memperjuangkan nasib rakyat yang tertindas demikian pula bagi para anggota keamanan tugas dan tupoksi untuk mengawal aksi demonstrasi perlu dikuatkan sehingga tidak melampaui batas-batas kewenangan. Sehingga rakyat yang menderita akibat aksi tidak akan bermunculan dan aspirasi tersampaikan dengan baik demikian pula pihak keamanan berhasil melaksanakan tugasnya sesuai surat perintah.
Untuk melengkapi catatan ini, mengingat perlunya menjaga hak asasi manusia dalam aksi demontrasi yang memiliki potensi benturan yang besar saya lampirkan pedoman bersama untuk menjadi rujukan pihak demonstrasi dan pihak keamanan.
Pedoman Masa Aksi:
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
- Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pedoman Kepolisian:
Mengingat:
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menetapkan:
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
- Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki.
Semoga bermanfaat, salam perjuangan dan lawanlah penindasan serta tetaplah menjaga kemanusiaan, wallahu a’lam bis shawab. Sekian, wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, billahi taufiq wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis : Rifyan R. Saleh