Faktanews.com, Maluku Tengah – Direktur LSM Pusat Kajian Strategis (Pukat Seram) Fahri Asyatri, kembali secara tegas mengatakan bahwa Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Irhamdi Achmad, tidak mampu membedakan hak politik Aparatur Sipil Negara (ASN) dan ASN berpolitik.
“Jelasnya Irmahdi tidak mampu membedakan antara hak politik ASN dan ASN berpolitik. Alibinya itu cocok disampaikan untuk Anak Sekolah Dasar yang buta regulasi, jelas-jelas ASN dilarang berpolitik praktis.” tegas Asyatri kepada faktanews.com, Selasa, (22/3/21) di Masohi.
Jika mau untuk berpolitik kata aktivis yang sering diteror ini, lebih baiknya Irhamdi dan PPNI Malteng sekalian saja masuk Partai Politik (Parpol) lalu berjuang.
“Jangan nyerempet makan gaji negara sebagai ASN itu tugasnya bukan ikut-ikutan jadi jongos politik. Secara tidak langsung dia sudah akui fakta anak buahnya sudah rangkap menjadi jadi babu politik, dia juga amini itu,” ucapnya.
“Kalo beta jadi Ketua PPNI pasti beta bikin teguran keras kepada anak buah atau kalo tidak sanggup karena takut dapat tekanan, maka pasti beta mundur karena menjaga martabat dan mengedepankan etika pemerintahan jauh lebih penting daripada jadi babu politik,” ujarnya.
Hal ini terjadi akibat kondisi birokrasi kita yang sudah hancur karena kultur birokrasinya sangat feodal. Menurut Asyatri, sebenarnya dia takut ditegur kalau salah ngomong karena komentarnya di media pasti dibaca pimpinan. Akhirnya sikap birokrat tidak lagi independen karena takut tekanan dan cari aman.
“Tentu itu akan berpengaruh pada kwalitas pelayanan publik. Jadi, bahaya ASN berpolitik sudah diperlihatkan secara kasat mata oleh PPNI sendiri lewat keterangannya, membantah tanpa argumentasi yang kuat itu sangat memilukan sekaligus memalukan karena PPNI sudah kaya Parpol,” pungkasnya.
Lebih lanjut dikatakan, jika PPNI Malteng sudah merubah topengnya menjadi parpol, mestinya ada penyegaran. Sebab kalau frame berpikir ASN modelnya seperti ini, artinya sudah bobrok dikuatirkan anggaran negara dipakai untuk tujuan politik kelompok tertentu karena maindsetnya sudah dibentuk sedemikian rupa.
“Feodalisme birokrasi di Malteng makin kental yang menarik ASN yang biasa jadi jongos politik, ketika esok hajatnya tidak terpenuhi biasanya akan cari jalan lain lalu balik haluan menyalahkan kekuatan politik yg ia dukung,” tandasnya. (FN/Uc)