Oleh : Jhojo Rumampuk
Di tengah ancaman serius Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terhadap kualitas air dan kehidupan masyarakat Bumi Panua, ketidakpedulian para anggota DPRD Pohuwato sangat disayangkan.
Aktivitas PETI DAM yang terus berlangsung tidak hanya merusak lingkungan, namun juga mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat, terutama terkait pencemaran air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Seharusnya, Wakil Rakyat memiliki peran sebagai pelindung kepentingan publik. Ketika para anggota DPRD gagal merespons masalah sebesar PETI DAM ini bukan hanya soal pembiaran, melainkan sinyal lemahnya keberpihakan terhadap kebutuhan rakyat.
Ketidakpedulian ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah kepentingan lingkungan dan masyarakat masih menjadi prioritas bagi DPRD Pohuwato? Atau apakah perhatian mereka hanya tercurah pada agenda politik tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang jelas-jelas merugikan rakyat?
Jika dibiarkan, ketidakpedulian ini akan menodai kepercayaan publik terhadap DPRD Pohuwato sebagai wakil rakyat. Sebagai lembaga yang seharusnya membela dan melindungi kepentingan publik, DPRD Pohuwato seharusnya mengambil langkah tegas dan terstruktur dalam mengatasi ancaman PETI ini.
Dibutuhkan keberanian dan integritas dari para anggota DPRD untuk berdiri bersama rakyat, bukan membiarkan kerusakan lingkungan terus berlanjut di hadapan mereka.
Lantas Apa Yang Terjadi Jika Anggota DPRD Terlibat PETI ?
Jika anggota DPRD terlibat dalam kejahatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), hal ini membawa dampak yang sangat serius, baik dari segi hukum, kepercayaan publik, maupun kerusakan lingkungan.
Berikut adalah beberapa konsekuensi dari keterlibatan anggota DPRD dalam kejahatan PETI;
PETI secara langsung merusak lingkungan, mencemari air dan tanah, serta mengancam ekosistem lokal. Jika anggota DPRD, yang seharusnya bertanggung jawab melindungi lingkungan dan kesejahteraan rakyat, malah ikut menjadi pelaku, ini akan memperburuk skala kerusakan. Keterlibatan mereka bisa memperkuat jaringan illegal mining yang merusak ekosistem jangka panjang.
Ketika pejabat publik justru menjadi pelaku kejahatan, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga DPRD akan runtuh. Ini menciptakan krisis kepercayaan yang sulit dipulihkan, karena masyarakat akan melihat bahwa wakil rakyat lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.
Terlibatnya anggota DPRD dalam PETI menciptakan konflik kepentingan dalam upaya penegakan hukum. Ada risiko besar bahwa mereka akan menggunakan posisi dan pengaruh politik untuk menghambat atau melemahkan penindakan hukum terhadap PETI, membuat penegakan hukum menjadi bias dan diskriminatif.
Anggota DPRD yang terbukti melakukan PETI dapat dijerat hukum sesuai undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menetapkan sanksi pidana bagi pelaku PETI.
Jika terbukti, anggota DPRD dapat diancam dengan hukuman pidana, denda besar, serta pemberhentian dari jabatannya.
Keterlibatan anggota DPRD dalam kejahatan lingkungan seperti PETI tidak hanya merusak nama baik pribadi, tetapi juga mencemarkan citra pemerintahan daerah secara keseluruhan.
Masyarakat akan mempertanyakan integritas dan transparansi pemerintahan daerah, yang pada gilirannya dapat menghambat pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Jika anggota DPRD benar-benar terlibat dalam PETI, ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat.