Faktanews.com (Tajuk) – Pasca kepemimpinan Syarief Mbuinga berakhir nanti, tentu netralisme dari seluruh ASN patut dipertanyakan. Disudut-sudut Kabupaten Pohuwato sebagai daerah paling barat dibumi serambi madinah ini, banyak orang yang sering memperdebatkan tentang kualitas demokrasi dan seberapa netral Aparatur Sipil Negara dalam menghadapi Kontestasi Pemilukada di daerah yang juga biasa disebut Bumi Panua itu. Namun, jika disimak dari berbagai diskusi, sepertinya netralisme para pelayan negara itu tidak berlaku.
Seperti diketahui, memang tidak mudah untuk mewujudkan segala hal yang berhubungan dengan demokrasi, dimana sebahagian orang berfikir bahwa di Era Revolusi Industri 4.0 seharusnya para kontestan bertarung dengan ide dan gagasan dalam membangun Daerah agar sejajar dengan daerah-daerah maju lainnya. Walau kita tahu juga bahwa disetiap perhelatan pesta demokrasi setiap kontestan diperhadapkan dengan situasi yang diluar rasionalitas dan netralitasnya para ASN yang kadang kala melewati batas substansi sebenarnya.
Jika menilik persoalan yang sesungguhnya, kualitas Pilkada tentu bergantung sepenuhnya pada penyelenggara. Sebab ini tidak jauh dari tugas untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemilihan kepala daerah yang terbukti saat ini masih saja memiliki permasalahan krusial terkait kualitas penyelenggara, penyelenggaraan dan pencalonan pemilihan kepala daerah. Tugas penyelenggara juga bukan saja meningkatkan partisipasi pemilih, tetapi seharusnya menitik beratkan pada kualitas penegakan aturan demi terciptanya pilkada bermartabat yang sebenarnya.
Bahwa indikator kualitas kinerja penyelenggara juga akan mempengaruhi kualitas dari penyelenggaraan Pilkada itu sendiri. Sangat jelas bahwa Pilkada bukan saja berbicara tentang jumlah pemilih, namun juga kerawanan ketidak netralismenya ASN patut untuk dipertegas.
Indeks kerawanan terkait dengan netralitas ASN yang saat ini masih cukup tinggi ini, pun harus dijadikan early warning atau peringatan awal bagi terhadap strategi pengawasan oleh penyelenggara. Sebab, ASN memang berada pada posisi yang cukup sulit saat pilkada dan Netralisme terkadang membuat ASN diperhadapkan pada posisi “dilema dan kebingungan”, karena mempunyai hak yang sama dengan penyelenggara yakni “Hak Pilih”.
Hal ini tentu berbeda dengan TNI dan Polri yang tidak punya hak pilih
Disatu sisi, Gengsi politik dinasti tentu juga harus diperhatikan betul oleh penyelenggara. Peneliti dari Northwestern University Yoes C Kenawas pernah mengungkapkan bahwa sejak tahun 2015, ada 202 individu calon kepala daerah yang berupaya membangun dinasti politik melalui 3 gelaran Pilkada di Indonesia. Dari jumlah itu, lebih dari separuhnya keluar sebagai pemenang. Total dinasti politik hasil Pilkada 2015 sampai 2018 ada 202 individu. Di mana 117 menang, sedangkan 85 lainnya kalah. Tentu peran penyelenggara dan netralisme ASN juga menjadi point penting karena memiliki peran tersendiri dalam kemenangan politik dinasti itu.
Disatu sisi, Fenomena dalam mengistimewakan kerabat ataupun keluarga pada proses Pilkada memang sering terjadi. Bahkan Dinasti politik tidak sepenuhnya buruk, sebab setiap orang berhak untuk maju dalam ajang pemilihan yang tentu sesuai dengan dan memenuhi syarat yang berlaku. Kita ketahui juga bahwa bentuk kontestasi yaitu bisa dipilih atau pun tidak sama sekali. Hal itu tertulis pada UUD Tahun 1945 pasal 1 ayat (2) bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat”.
Rakyatlah yang memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis untuk memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan untuk mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat. Pengertian yang tercantum pada demokrasi itu sendiri adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, maka tidak ada salahnya untuk maju dalam pemilihan secara demokratis, asalkan itu tujuan utamanya dan bila rakyat yang berkehendak, maka sudah barang tentu akan memilih calon tersebut.
Namun ada akibat yang fatal jika tujuan yang tersebut diatas hanya untuk memanfaatkan kekuasaan dan hanya untuk mewariskan kekuasaan. Sebab jika pada proses penunjukan pada politik dinasti , terdapat calon yang tidak memiliki sifat kepemimpinan mumpuni atau tidak kompeten dalam bidangnya, maka akan sangat kesusahan untuk memperbaiki permasalahan yang ada.
Kemudian, bersediakah Pemerintah Daerah menempatkan diri pada prestise institusi yang melindungi Hak Rakyatnya tanpa menggunakan fasilitas negara, untuk kepentingan Gengsi Dinasti atau Partainya.