Faktanews.com – (Tajuk), situasi negara dengan adanya wabah pandemik Covid-19 ini, kian kemari kian kacau. Bagaimna tidak, dimulai dari pemberlakuan Distanting, hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibeberapa daerah di Indonesia masih saja menjadi polemik di masyarakat. Tidak terhenti disitu saja, adanya kebijakan Menkumham Yasonna H. Laoly yang berencana akan memberikan remisi bagi para napi Koruptor, juga ikut menambah kekacauan yang terjadi.
Di tambah lagi dengan pernyataan bapak Presiden di program Mata Najwa antara Mudik dan Pulang Kampung, menambah kebingungan masyarakat, lebih-lebih para perantau.
Sedari awal, pemerintah memang terkesan asal-asalan dalam menghadapi serangan virus mematikan ini. Wacana dan kekacauan sepertinya sengaja dimunculkan, sehingga pemangku kebijakan yang otaknya Oportunis, aji mumpung dengan mengambil kesempatan ditengah situasi pandemik Covid-19.
Aji mumpung ini tidak hanya membuat senang mereka (Pejabat) di pemerintah pusat, pejabat di daerah-daerah juga ikut senang dan mengambil kesempatan aji mumpung ini untuk kepentingan mereka.
Di kabupaten Boalemo, provinsi Gorontalo misalnya. Pada bulan Februari 2020 lalu, Kejaksaan Negeri Boalemo telah menetapkan dua orang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemda Boalemo sebagai tersangka korupsi. Namun sampai dengan detik ini belum juga dilakukan penahanan terhadap oknum tersangka tersebut.
Memang dalam setiap kasus, kita dituntut harus mengedepankan asas praduga tak bersalah. Sebagaimana tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjelaskan bahwa “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Sedangkan persoalan penahanannya, sudah dijelaskan dalam Pasal 20 ayat (1) KUHAP : Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu, atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, berwewenang melakukan penahanan, atau penahan lanjutan. Dan pasal 20 ayat (2) berbunyi : Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwewenang melakukan penahanan atau penahan lanjutan.
Lagi-lagi, dalam hal penahanan diserahkan ke penyidik. Mengutip Chairul Huda, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta yang mengatakan bahwa Pasal 20 ayat (1) dan (2) tidak bertentangan dengan UUD dan HAM, tapi justru pasal tersebut memberikan kepastian hukum bagi publik atas penahanan bahwa hukum sudah bekerja. Jika melihat pernyataan pak Chairul, maka seharusnya publik sudah mendapat kepastian hukum atas kasus dugaan korupsi yang melibatkan ASN di kabupaten Boalemo.
Pertanyaannya, kenapa Kejaksaan belum melakukan penahanan?. Saya melihat, mungkin! situasi saat ini tidak memungkinkan untuk dilakukan penahanan kerena situasi negara yang masih sibuk menghadapi serangan Covid-19 yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir terjadi dibeberapa belahan dunia. Penerapan Sosial Distanting dan PSBB saat ini, menambah ketidakmungkinan itu. Dan mungkin, selain alasan tadi, kejaksaan punya pertimbangan lain kenapa mereka belum melakukan penahan terhadap oknum ASN tersangka korupsi.
Situasi ini akhirnya aji mumpung buat mereka, dan menjadi kesempatan para pejabat yang otaknya Oportunis untuk melancarkan kepentingan mereka. Disaat masyarakat Boalemo disuguhkan dengan berita-berita pemerintah Boalemo, yang sibuk melakukan penangan dan pencegahan Covid-19, diam-diam ternyata pada hari Senin 4 April 2020 kemarin, wakil Bupati Boalemo melantik sejumlah pejabat dan salah satunya adalah ASN yang sudah berstatus tersangka. Saya pesimis, dengan model pemerintahan seperti ini, publik merasa dibohongi dan tidak percaya lagi terhadap pemerintah.
Parahnya, ASN yang berstatus tersangka itu, dilantik sebagai pejabat kepala Badan Keuangan Daerah (BKAD) kabupaten Boalemo. Bagaiman mungkin yang menjadi bendahara daerah adalah seorang tersangka kasus Korupsi?. Pemerintah Boalemo tidak punya Etika Publik samasekali, disaat situasi pandemik seperti ini, masih saja melakukan pembelaan dengan memberikan jabatan kepada seorang ASN yang sudah beratus tersangka dengan kasus Korupsi.
Apa yang dilakukan pemerintah Boalemo saat ini, tidak hanya menujukan ketidakpahaman mereka tentang Etika Publik, tetapi juga mempertontonkan ketidakpahaman mereka tentang Etika Pemerintahan.
Kekhawatiran saya, jangan sampai anggaran penangan Covid-19 di Boalemo sebanyak puluhan miliyar itu akan disalah gunakan lagi, dan efeknya kemasyarakat.
Penulis : Fadli Thalib