Oleh : ABD BASID A TUDA
Faktanews.com – Opini. Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terus menjadi duri dalam daging bagi lingkungan, hukum, dan moralitas publik di Provinsi Gorontalo.
Ironisnya, di tengah desakan masyarakat dan pegiat lingkungan untuk memberantas praktik ilegal ini, penegakan hukum justru tampak tumpul ke atas namun tajam ke bawah.
Apalagi, Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan pengakuan Marten Yosi Basaur yang terang-terangan menyebut dua oknum pejabat Polda Gorontalo sebagai penerima setoran ratusan juta rupiah dari aktivitas tambang ilegal yang jelas-jelas melanggar hukum. Bahkan, dengan jelas dia menyebut adanya “backing” dari oknum tertentu.
Hal ini tentunya memperlihatkan pola penindakan yang bisa disebut sebagai “skema belah bambu”. satu sisi diinjak, sisi lain diangkat. Yang diinjak? Para penambang yang enggan memberikan “kontribusi”. Yang diangkat? Para cukong yang lancar memberikan “atensi”. Begitulah yang publik pahami dari beberapa pengakuan Marten Yosi Basaur.
Penindakan yang bersifat tebang pilih ini berbahaya. Bukan saja mencederai rasa keadilan publik, tetapi juga memicu ketidakpercayaan terhadap institusi kepolisian khususnya Polda Gorontalo sebagai penegak hukum. Tidak salah jika sebagian kalangan menilai ada permainan mata, atau setidaknya pembiaran yang disengaja.
Sebagai institusi yang memiliki tanggung jawab moral dan hukum, Polda Gorontalo seharusnya tidak bermain-main dalam urusan sekrusial ini.
Model penanganan seperti ini hanya akan menciptakan siklus kejahatan yang tak kunjung putus. Tambang ilegal terus beroperasi, lingkungan terus rusak, dan masyarakat terus dikorbankan. Di sisi lain, aparat justru terjebak dalam jebakan transaksional yang mencoreng integritas mereka sendiri.
Sudah saatnya Polda Gorontalo meninggalkan pendekatan “belah bambu” dan menggantinya dengan pendekatan hukum yang adil, transparan, dan menyeluruh. Semua pihak yang terlibat harus diproses tanpa pandang bulu — dari pekerja tambang hingga pemodal dan aktor di balik layar.
Sebab, Gorontalo tidak butuh tontonan penindakan simbolik. Yang dibutuhkan adalah keadilan yang bekerja tanpa kompromi, dan penegakan hukum yang tidak tebang pilih.
Kalau tidak, publik akan semakin yakin bahwa emas di perut bumi bukan lagi anugerah — tapi kutukan, karena diburu dengan rakus dan terkesan dilindungi oleh Polda Gorontalo dalam diam.