Faktanews.com – Pohuwato. Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah DAM semakin mengancam keberlangsungan hidup ribuan warga di Kecamatan Buntulia dan Marisa, Kabupaten Pohuwato.
Sumber mata air yang dikelola oleh PDAM, dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekitar 5.300 Kepala Keluarga (KK), berada dalam ancaman serius akibat kegiatan ilegal yang semakin merajalela.
Ironisnya, sang aktor intelektual yang diduga kuat berperan dalam aktivitas PETI ini malah dilantik sebagai Pengganti Antar Waktu (PAW) anggota DPRD Pohuwato dari Partai NasDem, dan ditambah lagi dengan kualitas penegakan hukum di Polres Pohuwato kian dipertanyakan setiap saat.
Kerusakan di wilayah sumber mata air ini berpotensi mencemari dan mengurangi pasokan air bersih yang sangat vital bagi masyarakat di Buntulia dan Marisa.
Alat berat yang digunakan dalam aktivitas PETI terus beroperasi, mengabaikan dampak ekologis dan sosial yang bisa menghancurkan ekosistem air bersih di wilayah tersebut.
“Jika aktivitas PETI ini terus dibiarkan, sumber mata air yang menjadi tumpuan ribuan keluarga akan habis, dan kami akan menghadapi krisis air bersih yang parah,” kata seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat telah lama menyuarakan keluhan ini, namun tidak ada tindakan tegas dari aparat hukum.
Yang menambah keprihatinan adalah dilantiknya salah satu tokoh yang diduga mengoordinasi aktivitas PETI di wilayah DAM sebagai PAW anggota DPRD Pohuwato dari Partai NasDem.
Pelantikan ini dianggap sebagai pukulan bagi masyarakat yang berharap ada langkah tegas untuk menghentikan kegiatan tambang ilegal tersebut. Sebaliknya, hal ini justru memperkuat dugaan bahwa ada kekuatan politik yang melindungi aktivitas PETI di wilayah tersebut.
Di sisi lain, kinerja Polres Pohuwato semakin dipertanyakan. Meski sudah banyak laporan tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas PETI, tindakan nyata dari aparat penegak hukum terkesan minim.
“Kami heran, Polres seolah-olah tutup mata. Sudah jelas ada alat berat beroperasi, namun tidak ada langkah konkret untuk menghentikannya,” ungkap sumber lain yang juga khawatir akan masa depan lingkungan di daerah tersebut.
Pembiaran ini menciptakan persepsi negatif di masyarakat bahwa hukum di Kabupaten Pohuwato tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Banyak yang mulai meragukan integritas penegakan hukum, terutama setelah melihat sang aktor intelektual PETI justru mendapat posisi di parlemen daerah, bukan tindakan hukum yang tegas.
Krisis lingkungan dan pembiaran aktivitas ilegal ini kini menjadi ancaman nyata bagi masyarakat Pohuwato, yang mempertanyakan:
Apakah kepentingan ekonomi segelintir pihak lebih penting dari nasib ribuan warga yang bergantung pada sumber air bersih? Masyarakat kini berharap adanya intervensi yang lebih tegas dari pihak berwenang di tingkat provinsi atau nasional untuk menyelamatkan lingkungan dan masa depan sumber daya alam di Bumi Panua.