Rencana politik di Kabupaten Pohuwato jelang Pilkada 2024 mulai menunjukkan dinamika yang semakin kompleks. Sejumlah partai politik yang ada di parlemen dikabarkan lebih memilih merapat pada pasangan calon yang digadang-gadang, yaitu Saipul Mbuinga dan Iwan Adam.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai posisi Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang tampaknya sedang berada dalam situasi sulit dan terancam terpinggirkan dari panggung Pilkada.
Saipul Mbuinga, sebagai calon petahana, dan Iwan Adam, yang memiliki pengaruh kuat, diprediksi akan menjadi magnet politik yang kuat bagi banyak partai.
Aliansi ini dianggap strategis karena menggabungkan kekuatan dan pengaruh dari dua sosok penting, yang masing-masing memiliki basis pendukung yang solid.
Banyaknya partai politik yang memilih untuk mendukung pasangan ini merupakan indikasi bahwa mereka melihat potensi kemenangan yang tinggi di belakang aliansi tersebut.
Akibatnya, partai-partai besar lainnya, seperti Golkar dan PKB, menghadapi tantangan serius. Jika kedua partai ini gagal membangun aliansi kuat atau menempatkan kader yang kompetitif, mereka berisiko kehilangan pengaruh di Pilkada mendatang.
Golkar dan PKB: Bertahan dalam Pengucilan?
Golkar dan PKB, sebagai partai dengan sejarah panjang dan jaringan kuat, tidak akan dengan mudah menyerah pada tekanan politik yang ada.
Namun, mereka perlu segera menyusun strategi untuk bertahan di tengah situasi yang tidak menguntungkan ini. Ada beberapa skenario yang mungkin mereka tempuh:
Golkar dan PKB bisa mencoba membangun koalisi baru dengan partai-partai yang belum menentukan sikap atau yang merasa tidak puas dengan dominasi pasangan Saipul Mbuinga dan Iwan Adam.
Meskipun ini bukan tugas yang mudah, namun dengan negosiasi yang tepat, ada kemungkinan mereka bisa menemukan mitra yang siap bekerja sama.
Kedua partai perlu memperkuat basis kader dan pendukung mereka di akar rumput. Ini bisa dilakukan melalui program-program yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat atau dengan memperkuat komunikasi politik yang lebih efektif. Dengan demikian, mereka dapat mempertahankan dukungan, bahkan jika koalisi partai besar lainnya tidak memihak mereka.
Bersiap untuk Konfrontasi Politik
Jika langkah-langkah di atas tidak berhasil, Golkar dan PKB mungkin harus bersiap untuk konfrontasi politik yang lebih keras. Mereka bisa menyoroti kelemahan atau ketidaksepakatan dalam koalisi lawan, dengan harapan dapat mengurangi dukungan bagi pasangan Saipul Mbuinga dan Iwan Adam.
Pilkada Pohuwato 2024 akan menjadi ujian berat bagi Golkar dan PKB. Kedua partai ini harus segera menentukan langkah strategis untuk menghindari pengucilan politik yang dapat merugikan mereka dalam jangka panjang.
Mereka perlu memainkan kartu politik dengan cermat, baik melalui aliansi, penguatan basis, maupun dengan mengangkat isu-isu lokal yang relevan.
Dalam situasi ini, ketahanan politik dan kemampuan beradaptasi Golkar dan PKB akan diuji. Jika mereka berhasil menghadapi tantangan ini dengan strategi yang tepat, mereka masih memiliki peluang untuk tetap relevan dalam kontestasi politik di Kabupaten Pohuwato.
Namun, jika mereka gagal, bukan tidak mungkin mereka akan benar-benar tersingkir dari panggung politik lokal, setidaknya untuk sementara waktu.
Potensi Koalisi yang Retak
Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah apakah PKB Pohuwato akan sepenuhnya mendukung pasangan Suharsi Igirisa – Ibrahim T. Sore dalam koalisi Golkar – PKB.
Di satu sisi, koalisi Golkar – PKB tampaknya menjadi aliansi yang logis, mengingat kedua partai memiliki sejarah kerjasama politik dan memiliki kepentingan untuk saling memperkuat dalam kontestasi politik lokal.
Namun, dinamika internal PKB Pohuwato menciptakan keraguan terhadap komitmen penuh partai ini untuk mendukung pasangan tersebut.
Ketua DPC PKB Pohuwato diketahui memiliki hubungan keluarga dengan lawan politik utama dalam Pilkada ini, yaitu Saipul A. Mbuinga dan Iwan Adam.
Hubungan kekeluargaan ini menimbulkan spekulasi bahwa dukungan PKB mungkin tidak akan sepenuhnya konsisten atau solid dalam koalisi yang sedang dibangun.
Dalam politik, loyalitas seringkali menjadi faktor penentu yang sulit untuk diabaikan. Situasi di mana Ketua DPC PKB Pohuwato memiliki ikatan keluarga dengan lawan politik tentu saja mempersulit posisi PKB dalam Pilkada mendatang.
Ini bisa menimbulkan friksi internal dalam partai, di mana sebagian kader mungkin mendesak untuk tetap berpegang pada koalisi dengan Golkar, sementara yang lain mungkin tergoda untuk menunjukkan kesetiaan kepada keluarga mereka.
Jika Ketua DPC PKB memilih untuk mempertahankan hubungan baik dengan keluarga mereka yang terlibat dalam kubu lawan, ini bisa mempengaruhi tingkat dukungan yang diberikan oleh PKB kepada pasangan Suharsi Igirisa – Ibrahim T. Sore. Bahkan jika dukungan partai secara resmi diberikan kepada pasangan tersebut, tingkat antusiasme dan mobilisasi di lapangan mungkin tidak sebesar yang diharapkan.
Dukungan yang setengah hati atau inkonsistensi dalam koalisi bisa merusak potensi kemenangan pasangan Suharsi Igirisa – Ibrahim T. Sore. Koalisi yang kuat membutuhkan komitmen penuh dari semua partai yang terlibat, dan setiap tanda-tanda perpecahan bisa dimanfaatkan oleh lawan politik untuk melemahkan posisi koalisi.
Jika PKB menunjukkan tanda-tanda ketidakpastian dalam mendukung calon yang diusung bersama Golkar, ini bisa menjadi celah yang dimanfaatkan oleh kubu Saipul A. Mbuinga dan Iwan Adam.
PKB mungkin perlu membuat pernyataan publik yang jelas mengenai posisi mereka dalam Pilkada ini untuk menenangkan simpatisan dan mitra koalisi bahwa dukungan mereka tidak akan goyah.
PKB dalam Persimpangan Politik
Pilkada 2024 akan menjadi ujian bagi PKB Pohuwato dalam hal bagaimana mereka menangani dilema antara loyalitas politik dan ikatan kekeluargaan.
Keputusan PKB dalam mendukung penuh atau tidak pasangan Suharsi Igirisa – Ibrahim T. Sore akan sangat menentukan dinamika Pilkada ini.
Jika PKB mampu menjaga kesatuan dan komitmen dalam koalisi, mereka masih memiliki peluang untuk menjadi kekuatan yang signifikan dalam kontestasi ini. Namun, jika hubungan keluarga mengganggu komitmen politik, PKB mungkin menghadapi risiko kehilangan pengaruh dan relevansi di kancah politik lokal.