Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Tajuk

Tantangan Pemilu 2024, DPRD Bukan Tempat “Sampah”

×

Tantangan Pemilu 2024, DPRD Bukan Tempat “Sampah”

Sebarkan artikel ini
Oleh : Jhojo Rumampuk

 

Faktanews.comTajuk.  Dari awal kita semua sudah dipertontonkan dengan berbagai rangkaian persiapan dan proses yang panjang yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga ditetapkannya 17 Partai Politik yang lolos sebagai peserta dalam kontestasi politik di Tahun 2024 mendatang.

Seluruh Partai Politik yang menjadi peserta, pasti sudah intens dan masif melakukan berbagai komunikasi persuasif kepada seluruh konstituen dan basis-basis massa secara bertatap muka langsung maupun sarana media sosial serta kanal komunikasi ke masyarakat lainnya.

Akan tetapi, banyak dari Partai Politik yang kurang memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Gorontalo untuk meluruskan cara pandang kepada para pihak yang berkepentingan untuk bagaimana menjaga kualitas pemilu 2024.

Sehingga Politik elektoral tidak akan menjadi gagap gempita dan konsep konsolidasi demokrasi kita semua akan tetap terjaga dan tetap diarah yang tetap dan tepat. Namun ada sebuah bahaya besar ketika Politik Elektoral menjadi gagap. Ketika hal tersebut terjadi maka akan ada sebuah fenomena yang menarik untuk diperhatikan.

Fenomena yang sering terjadi dan bahkan lebih besar itu adalah sebuah pengerahan energi moril dan material oleh para elit politik yang bertujuan untuk mempertontonkan kekuatan harga diri atau disebut “elektoralisme”.

Merumuskan demokrasi saat ini memang tidaklah mudah. Sebab, sistem konstitusional yang menyelenggarakan pemilu multi partai yang kompetitif disertai keteraturan hak pilih universal untuk memilih Legislatif dan Eksekutif masih sedikit mengalami penurunan kualitas.

Hal tersebut dikarenakan tidak adanya lagi sistem pendidikan politik yang dilaksanakan oleh Partai. Sehingga penurunan kualitas bakal calon dan anggota DPRD terpilih tidak bisa lagi terelakkan.

Terkadang memilih Matode “Kader Dadakan” lebih ampuh dan maksimal dibanding “masih” disibukkan dengan mencari dan memilih kader partai yang akan dimasukkan dalam daftar bakal calon anggota legislatif.

Matode “Kader Dadakan” ini menjadi trend dan tidak lagi seperti sebuah fenomena. Rumitnya, Formasi “Akar Rumput” menjadi kiblat dalam  permainan politik dan kebencian yang disebarkan, direncanakan, diarahkan, dan dikelola melalui media sosial dan jejaring teknologi yang bergerak begitu cepat agar menjadi isu mematikan lawan politik. Cara inilah yang membuat kualitas para wakil rakyat kita mulai menurun.

Hal tersebut membuat seperti ada sebuah penggerusan “Kebebasan Demokrasi”. Padahal, tanpa disadari mereka “Para Pecundang” politik tengah membangun alibi untuk membenarkan praktik politik yang bobrok. Dan demokrasi dijadikan alat untuk mengusung kepentingan ekonomi dan politik yang justru bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Demokrasi Apa Hanya Soal Pemilu ?

Demokrasi kita saat ini masih perlu ada sebuah pengawalan. Sebab persoalan-persoalan demokrasi tidak hanya soal menang dan kalah, tetapi melibatkan proses-proses yang bermartabat dan terhormat.

Sebagai salah satu lembaga terhormat di Negeri ini, Dewan Perwakilan Rakyat tentu wajib melahirkan kebijakan-kebijakan secara terhormat. Bukan kebijakan atas dasar kemauan pribadi para anggota legislatif.

Manifestasi tugas dan fungsi para Wakil Rakyat, salah satunya adalah mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas KKN, transparan dan berpihak pada aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Namun sisi ideal yang diharapkan dan menjadi dambaan rakyat terkadang tidak berjalan dengan baik. Tidak jarang anggota legislatif yang diberi mandat oleh rakyat, justru mengangkangi dan melecehkan suara rakyat, seakan ia lupa dari mana ia berasal dan untuk siapa ia harus berjuang dan bekerja.

Lupa diri yang terkadang menjelma dari para anggota dewan, tidak hanya melukai dan menyakiti hati rakyat, tapi juga menjadi catatan buram proses demokrasi yang tengah dibangun dan menjadi konsensus bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lupa diri dan sikap menunduk anggota DPRD terhadap pemerintah atau eksekutif akan berdampak terhadap lahirnya pemerintahan yang culas penuh penyimpangan.

Pada akhirnya rakyat menjadi korban kesewenang-wenangan aparatur pemerintahan, menjadi korban kebijakan bahkan menjadi korban politik ekonomi oleh pemerintah.

Padahal, anggota DPRD seyogianya tunduk pada kehendak dan aspirasi rakyat,bukan tunduk apalagi manggut-manggut bagaikan keledai yang bisa diarahkan oleh kemauan sang tuannya.

Seorang politisi di manapun sangat bergantung pada kepercayaan rakyat. Bagaimana menjaga kepercayaan rakyat itu, maka jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat.

Disaat kita mengharapkan sekelompok pengecut berubah, “Sampah tetaplah Sampah”. Dan hanya orang-orang bodoh yang mau memungut para pecundang tersebut.

Terakhir, membiarkan Daerah kita dikelilingi oleh orang-orang yang Berfikir negative. Maka orang – orang itu akan menyedot energi positif Daerah. Dan itulah yang membuat Negara kita gagal untuk tumbuh. (Berbagai Sumber)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya. Example 300x300
Example 120x600