Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Tajuk

Dikala Hukum Jadi Penyebab Lahirnya “Para Penjahat” Baru

×

Dikala Hukum Jadi Penyebab Lahirnya “Para Penjahat” Baru

Sebarkan artikel ini

Oleh : Jhojo Rumampuk

 

Faktanews.comTajuk, Di negara manapun, hukum dibuat, ditetapkan dan diberlakukan untuk ditegakkan, ditaati dan dipatuhi secara bersama dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang tertib dan beradab.

Namun sayangnya, meski terdapat koridor hukum yang berlaku dan mengatur semua aspek kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara, namun ada-ada saja pelanggaran demi pelanggaran hukum sehingga melahirkan “Para Penjahat Baru”

Dalam kaidah hukum yang berlaku, seseorang yang terjaring melanggar hukum disebut sebagai “tersangka” kemudian menjadi terdakwa dan jika terbukti secara sah dan meyakinkan ia menjadi terpidana yang mendekam di sel tahanan yang saat ini istilah itu diperhalus menjadi “Lembaga Pemasyarakatan.

Secara umum, karena hukum disebut juga sebagai norma, maka apapun jenis pelanggaran yang dilakukan, orang itu tetaplah  disebut sebagai “Penjahat”

Vollmer dalam salah satu makalahnya menyebutkan,  para penjahat yang melanggar hukum dikategorikan sebagai  orang yang dilahirkan “tolol” karena dipandang sulit mengendalikan dirinya hingga merugikan orang lain.

Bahkan dalam perspektif mereka yang Istiqomah berada di jalur yang benar, kejahatan tidak mengenal istilah “berat” atau “ringan”. Artinya sekecil apapun kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dia tetap masuk kategori sebagai “penjahat”.

Jika hukum dimaknai juga sebagai norma, maka menjadi sebuah “ironi”, jika kejahatan atau pelaku kejahatan justru semakin tumbuh subur.

Menjadi sebuah ironi, karena di sebuah Daerah, paling tidak terdapat beberapa sumber norma yang berlaku di masyarakat, yakni hukum tertulis, berupa norma agama dan norma hukum negara. Ada juga  hukum yang tidak tertulis  yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu  yang dikenal sebagai hukum adat.

Sama halnya dengan beberapa Daerah yang ada di Provinsi Gorontalo, Daerah yang konon katanya adalah sebuah rontokan Syurga dengan berbagai kekayaan alam didalamnya.

Yang mereka hadapi saat ini tentang adanya 1 ancaman yang nyata dan berpotensi kuat sebagai penyebab Daerah itu hancur. Yakni Penegakan Hukum Sering “Berputar-Putar”

Hingga hampir seluruh masyarakatnya sudah Terjebak Dengan Sebuah Disorientasi Penegakan Hukum. Dan jika Penegakan Hukum Sering ”Berputar-Putar”, maka yang akan lahir adalah sebuah sikap “Distres” Atau hilangnya kepercayaan akan Hukum di Negeri ini.

Dari penegakan hukum atas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Pohuwato yang hingga saat ini ditegakkan hanya pada operator alat berat hingga persoalan batu hitam yang berada diwilayah Kabupaten Bone Bolango. Dari hilangnya barang bukti 2 Kontainer hingga 3 Truck yang memuat batu hitam.

Suatu saat akan ada sebuah “Disobidience” atau sikap pembangkangan hingga terjadi “Disintegrasi”. Sebab, persoalan kita saat ini sebagai masyarakat lokal yakni adanya beberapa kesepakatan – kesepakatan dan hukum – hukum yang menyandera kita semua.

Hal itu disebabkan oleh kejahatan jabatan dimasa Lalu. Ditambah lagi dengan moralitas yang bobrok, sehingga persoalan kandungan bumi yang ada di Daerah tersebut tidak pernah selesai.

Sehingga banyak orang berpendapat bahwa disetiap Periode Baru, akan bermunculan “Para Penjahat-Pejahat” Baru yang dikarenakan adanya warisan moral-moral Yang Bobrok itu.

Ketiga pilar hukum itu ternyata dalam manifestasinya, tidak mampu membendung lahirnya barisan penjahat yang mendekonstruksi bangunan nilai-nilai kemanusiaan yang dianugerahi akal.

Akal yang sejatinya menjadi “pemimpin” seakan dikalahkan oleh dorongan “nafsu” sehingga derajat kemanusiaan terbelenggu oleh sifat dan naluri  “hewani”.

Jika demikian adanya, maka benar apa kata Marvel, bahwa penjahat adalah orang yang terlahir “tolol” karena salah kaprah dalam memaknai dan menghadirkan esensi kesejatiannya sebagai manusia.

Apalagi jika berbicara tentang hukum negara. Begitu banyak pasal dan ketentuan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan, namun semua produk  hukum itu, seakan hanya tegak di atas kertas, rapuh dalam realitas bahkan bisa dikendalikan oleh “selembaran kertas”

Bahkan, di negeri “antah berantah” bernama Gorontalo, terdapat fenomena  yang sungguh  “membangonkan” bukan lagi membingungkan, yakni istilah “pagar makan tanaman” atau  “tanaman menjaga dan mengatur pagar”.

Mirisnya lagi, ketika norma hukum atau ketentuan hukum dilanggar, bukan penegakkan hukum yang diseriusi, malah aturan hukum itu yang  dipersoalkan, diperdebatkan, malah direvisi, diamandemen dan diadaptasikan dengan kepentingan “orang penting”

Dalam konteks ini, hukum tidak penting ditegakkan, tapi yang penting adalah mengamankan “orang penting”.

Disinilah para penjahat kelas kakap itu bukan saja merasa jahat, tapi justru berasa berada di atas awang-awang, seakan  tampil menjadi “begawan” yang sok berwibawa.

Sebaliknya, ketika penjahat “maling ayam”, maka sekonyong-konyong hukum menjadi tajam, setajam silet. Bahkan lebih dari itu, si maling ayam dan penjahat kelas teri terkadang harus rela menjadi “tumbal” untuk sebuah pencitraan,  mencari muka di hadapan rakyat, bahwa penegakkan hukum sedang baik-baik saja. Sebuah fenomena penegakkan hukum yang rapi, namun rapuh yang sungguh tiada ampun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya. Example 300x300
Example 120x600