Medio di penghujung Tahun 1995
Oleh : Alm. A. S. Rumampuk
Dikala senja itu, langit memerah dan mengantar Sang Batara Surya memasuki bilik peraduannya. Diserambi kanan pondokku, aku terdiam dan dari pancaran sinar memerah yang mengelus langit itu aku baru mengetahui bahwa ternyata KERINDUAN itu juga adalah sebuah KEGELISAHAN.
Pengembaraan imajinasiku saat itu tak merakit makna,sementara bayang-bayang kerinduan yang bertengger dilubuk hati ini mengakibatkan tanggul air mataku tak mampu membendunginya.
Wajah suci nan manja anakku menggoncang keimananku dan pergulatan hati nurani ini bagiku sangat menyiksa hari-hariku. Meskipun aku menyadari bahwa keberadaan masih milik kenyataan dan waktu itu pasti mampu merubah kenyataan.
Dibalik jendela kerinduannku yang sangat menggelisakan ini, aku masih dapat bersyukur karena terpancar sinar kebanggaanku yang merobek-robek keangkuhanku selama ini. Sehingga terlihat jelas keikhlasan yang terpatri di dada ini dan terpantul cahaya suci anakku.
Tidur dengan tenang sayangku, nantikanlah aku. Cepat atau lambat aku pasti akan menyusulmu. Saat ini aku hanya bisa bersujud diatas batu nisanmu yang kaku, sambil bibir ini tak akan henti-hentinya memohonkan agar engkau kekal bernaung di payung Kebesarannya.
Wajah langit kemerahan berganti pekat, aku terjaga dari keterpakuanku yang pingap. Manusia sekarang sudah tidak dapat lagi memahami makna hidup yang indah dan manis dari sebuah penderitaan.
Buktinya : Manusia setelah dikaruniai harta benda, kekuatan, kekuasaan, ketajaman berfikir serta keistimewaan lainnya, mereka selalu berlaku sombong yang sangat melampaui batas fitrahnya. Yakni mereka yang tidak jarang memperbudak manusia disekitarnya yang lemah dan miskin. (***)
