Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Tajuk

Nasib “Pagata” di Negeri Pisang

×

Nasib “Pagata” di Negeri Pisang

Sebarkan artikel ini

Faktanews.com, Tajuk – Bicara pisang, siapa pun tahu karena sejak bayi belajar makan biasanya dimulai dengan bubur pisang. Dari sekian jenis atau varietas pisang yang tumbuh di mana-mana “pagata” yang dikenal dengan nama pisang sepatu, pisang kepok dan lain-lain tidak membutuhkan teknologi khusus untuk membudidayakannya.

Di dataran Gorontalo yang katanya daerah nyiur melambai, sebetulnya jika dihitung dengan cermat, pasti jumlah pohon pisang akan bersaing dengan kelapa. Betapa tidak, 1 pohon kelapa tidak pernah beranak, tapi pisang minimal 4 anakan pada satu rumpun.

Kalau kita ingin mencoba melihat potensi pisang khususnya pagata, tengoklah halaman rumah penduduk di mana hampir dapat dipastikan ada pohon pisang. Bahkan begitu banyaknya produksinya hingga untuk memasarkan ke pasar-pasar menggunakan angkutan truk dengan cara dilempar, sepertinya pagata lebih setingkat dari sampah jika dilihat dari gaya melempar ke truk atau roda.

Padahal dari segi ketahanan pangan, pagata di Gorontalo memegang peranan sebagai sumber makanan khususnya di musim kemarau. Pagata mengkal biasanya dibakar, selanjutnya ditumbuk dengan cabe dan diolesi minyak kelapa. Belum lagi jika sudah masak dijadikan pisang goreng yang jika di hotel berbintang, 3 buah sudah puluhan ribu nilainya setelah ditaburi keju.

Rakyat kecil membuat banyak jenis makanan dari pisang untuk mengganjal perutnya. Pertanyaannya, apa kepedulian pemerintah terhadap Pagata? Teringat kita di zaman Presiden BJ Habibie melaksanakan operasi khusus (Opsus) di Sulawesi Selatan melalui bantuan presiden. Dari seorang pemarkrasa Prof. Dr. Karim Saleh, selaku ketua Pengelola Pascasarjana Agribisnis Non Reguler PPS Universitas Hasanuddin, saya memperoleh informasi bahwa program ini merupakan upaya untuk pengentasan kemiskinan di samping untuk mengoptimalkan lahan pertanian yang tidur.

Dampaknya, dari hasil pisang minimal dapat mengatasi kekurangan pangan rumah tangga, tapi yang pasti biaya rumah tangga termasuk pendidikan anak dapat diatasi dari bisnis pisang. Bahkan ada kades yang menganjurkan warganya untuk menanam pisang guna melunasi PBB.

Ternyata pisang pagata yang bukan produk unggulan dan tidak populer, secara diam-diam mengurangi beban rakyat kecil bahkan dengan munculnya warung pisang goreng telah menampung angkatan kerja yang menunggu lapangan kerja.

Oleh sebab itu sudah saatnya kita mulai berpikir cerdas bagaimana menjadikan pagata sebagai komoditi ekonomis di negeri pisang ini. Tetapi jika ini melalui proyek dihawatirkan akan menambah korban korupsi lagi.

Di Gorontalo kita punya Dr. Ir. Douwes Dekker Malik yang ahli di bidang teknologi makanan dan banyak pakar di bidang ini di Gorontalo yang belum di motivasi untuk menghasilkan produk makanan dengan bahan baku pisang berpenampilan khusus serta berkualitas.

Kalau produknya oke untuk dipasarkan, barulah digenjot perluasan tanamannya sehingga nasi pisang tidak seperti tanaman jarak, kedelai dan lain-lain yang ujung-ujungnya merugikan petani yang sudah terlanjur menanam secara besar-besaran. Bukankah pisang adalah bagian dari komoditi pertanian dan jika didukung dengan pasar yang jelas lebih melengkapi komoditi “agropolitan” yang sekarang ini hanya jagung.

Hampir lupa, menyimak cara tumbuhnya dan peran pengabdian sebagai bahan makanan tokoh entrepreneur Gorontalo alm. Drs. M. Thoyib Gobel, menjadikan pisang sebagai falsafah hidupnya. Selamat menikmati pisang dengan segala produknya tapi yang penting jangan lupa menanamnya.

Sumber: Buku “Yang Kuat Yang Terhempas”, Karya alm Iwan Bokings, Mantan Bupati Boalemo yang menceritakan Spirit dan Potret Ekonomi Gorontalo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya. Example 300x300
Example 120x600