Faktanews.com, Pohuwato – Kericuhan di pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang berada di wilayah Kabupaten Pohuwato, Kecamatan Buntulia, Desa Hulawa, sempat terjadi siang tadi, (8/7/2021).
Dalam vidio yang beredar, terlihat aparat keamanan yang terdiri dari Polri dan TNI mencoba untuk mengamankan banyaknya masa yang mencoba mengerumuni salah seorang diduga merupakan pendiri LSM di Pohuwato.
Dalam vidio tersebut juga terdengar suara seperti memprovokasi, dengan berteriak-teriak ‘pukul, pukul padia’. Suara tersebut sampai dilontarkan beberapa kali.
Dalam vidio itu juga terlihat, ada pejabat kepolisian yang diduga merupakan Kapolres Pohuwato, yang mencoba untuk menenangkan massa.
Untuk memastikan kebenaran vidio tersebut, Faktanews mencoba untuk mengkonfirmasi Kapolres Pohuwato, Joko Sulistiono, guna menanyakan informasi yang ada di vidio tersebut.
Saat dihubungi, Joko membenarkan kejadian itu. Ia menjelaskan, awalnya pihaknya bersama Forkompinda Kabupaten Pohuwato melakukan pengecekan terhadap pipa milik PDAM Tirta Maleo yang rusak.
“Pas pada saat kita balik itu ada rombongan Sonni Samoe yang LSM itu, pas rombongan Forkompinda lewat disana (depan kantor PT. GSM) dia lagi di hadang masyarakat, makanya kita amankan. Iya dari amukan masyarakat,” katanya via telfon, Kamis (8/7).
Atas peristiwa tersebut, Joko mengaku tidak ada kerugian yang mengakibatkan kerugian material maupun fisik.
“Gak ada, gak ada (kerugian). Aman-aman (semua),” ucapnya.
Kronologi kejadian
Sementara itu, Sonni Samoe yang merupakan pendiri LSM Labrak saat dihubungi menjelaskan kronologi awal kejadian tersebut.
Awalnya, pihaknya difasilitasi mobil oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pohuwato untuk menyusul rombongan Forkompinda yang menuju ke arah PETI tersebut.
“Pas menyusul pak Bupati, ternyata sampai di atas Bupati belok ke arah kiri (Alamotu), ke arah PDAM. (Tapi) kita sudah terlanjur terus ke arah Botudulanga. Akhirnya kami balik, kami balik ke (arah) Alamotu,” terangnya.
Karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan untuk dilewati mobil yang di kendarai nya, ia memutuskan untuk menunggu rombongan Forkompinda tersebut dari arah lokasi yang dituju.
“Pas pak Bupati sudah pulang dari sana, kita sama-sama (dengan) pak Bupati, dekat di kantor GSM itu sudah ada massa yang sepertinya di koordinir kesitu. Saya yakin ada otak-otak intelektual yang main disitu (pengerahan massa),” jelasnya.
Melihat banyaknya massa yang ingin mencoba menghalanginya, ia pun meminta arahan kepada Bupati Pohuwato.
“Maka saya merapat sama pak Bupati, saya minta ‘pak Bupati bagaimana ini?, Saya menunggu perintah’, pak Bupati bilang ‘badiam ente’ (diam kamu), masuk pakita pe oto’ (masuk di mobil saya), Jadi saya dengan pak Bupati dimobil,” kata Sonni.
Lebih lanjut kata Sonni, saat massa mulai mendekat Bupati Saipul langsung turun dari mobilnya. Setelah turun dari mobil, Saipul coba untuk menenangkan massa yang diduga merupakan masyarakat penambang. “Tapi ternyata massa tidak boleh dikendalikan,” ungkapnya.
Dituduh Melakukan Provokasi di PETI
Ia mengaku, massa tersebut memang sudah mengincar dirinya dan ketua LSM Pohuwato Watch yakni Sofyan Kune, karena diduga coba memprovokasi suasana yang menyebabkan lokasi di PETI selalu diributkan.
“Titiknya tadi bahwa ketika massa sudah ngotot mencari saya dengan Sofyan Kune, kami ini dianggap yang sering memprovokasi,” ujarnya.
Melihat kondisi massa yang sudah semakin banyak dan sulit dikendalikan. Sonni pun ikut keluar untuk menemui massa tersebut dan ingin bicara secara baik-baik.
“Saya minta bicara, lalu saya dipukuli. Dari pintu mobilnya pak Bupati sampai di pintu GSM itu saya di pukuli oleh masyarakat. Saya tidak tau kalau masyarakat mana yang mau diprovokasi ini. Saya di pukuli di kepala ini agak sakit, tapi biasa ini,” ucapnya.
Berdiskusi Dengan Masyarakat
Meskipun begitu, akhirnya masyarakat pun mau diajak untuk berdialog dengan pihaknya.
“Saya sampaikan, kami masyarakat ini sebenarnya kena imbas, kalau mau jujur kita kena imbas dari kerunya air sungai akibat sedimentasi, ada nelayan yang mengadu ke kami,” ucapnya.
Karena terdampak juga imbas dari PETI, Sonni membeberkan beberapa alternatif yang bisa menjadi sikap pihaknya. Sikap yang pertama apakah mereka harus diam, yang kedua apakah mereka harus ribut demi kepentingan lingkungan atau ikut serta terlibat dalam aktifitas di PETI.
Padahal kata dia, anggotanya di LSM sering mendesak dirinya untuk mempressure persoalan di tambang tersebut. Hanya saja, dirinya coba untuk menenangkan massanya, sebab menurutnya persoalan tambang sangatlah sensitif.
“Sebagai masyarakat Pohuwato yang dekat dengan teman-teman penambang saya tidak mau ambil posisi untuk ribut dan berhadap-hadapan dengan mereka. Lalu saya ambil langkah kedua, saya coba ikut naik rame-rame, dari pada saya celaka di bawah, lebih baik saya rame- rame keatas,” tegasnya.
Untuk menenangkan masanya yang selalu mendesak dirinya untuk mempressure persoalan tambang tersebut, ia mencoba mendekati salah satu pelaku usaha atau pemodal di PETI. Ia pun mengaku dijanjikan untuk difasilitasi satu alat berat eksavator.
“Sampai pada akhirnya kemudian tidak pernah ada itu alat, itupun saya masih diam, saya bilang sama teman-teman penambang,” ucapnya.
Hingga akhirnya, Ia pun tidak bisa menahan gerakan-gerakan pressure yang dilakukan oleh anggota LSM-nya hingga persoalan aktivitas di PETI menjadi ribut.
“Jadi mereka ribut, saya dituduh bikin-bikin ribut apa, coba buka saya punya facebook, ada tidak saya bikin ribut selama ini,” ujarnya.
Ia juga mengaku, gerakan yang dibuat oleh anggotanya juga adalah upaya untuk mendesak secepatnya terbentuknya WPR dan IPR.
“Karena apa, kami ingin kemudian bersama-sama masyarakat untuk mendorong WPR, saya bilang coba tanya Bupati ini masih ada, tadi pagi saya bicara ‘pak Bupati kenapa ini WPR susah untuk direalisasikan?’ pak Bupati bilang ‘prosesnya, kami kemarin menunggu teman-teman dari kementrian pertambangan mau datang survei dan lain-lain, tapi sayangnya sampai hari ini ndak ada,” tandasnya sebagaimana ia sampaikan di masyarakat.
Penulis: Surdin