Faktanews.com (Daerah) – Kabupaten Maluku Tengah, Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Nomor 30 Tahun 2020, tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan pengendalian Covid-19 di Kabupaten Malteng, tertanggal 9 September 2020, yang dipublikasikan ke masyarakat per tanggal 12 September 2020, mulai mendapat sorotan dan penilaian miring dari berbagai pihak media sosial.
Salah satunya Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hetu Upu Ana (HUA) Leihitu, dengan tegas menolak pemberlakukan Perbup Malteng Nomor 30 Tahun 2020, dan mendesak kepada Bupati Malteng Tuasikal Abua, SH untuk segera mencabut Perbup tersebut, karena dinilai sangat bertentangan dengan nurani rakyat dan nilai-nilai sosial luhur bangsa.
“DPP Hetu Upu Ana minta dan mendesak kepada Bupati Malteng untuk mencabut dan tidak diberlakukannya Perbup Malteng Nomor 30 Tahun 2020 itu. Peraturan itu sangat menyengsarakan masyarakat kecil, tidak berkeadilan dan tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi warga Maluku Tengah.” Tegas Wakil Ketua Hetu Upu Ana Rajab Mahu, kepada Fakta News.Com dalam pers rilisnya, Senin, (14/9/20) di Masohi.
Perbup yang dikeluarkan menurut penilaian DPP Hetu Upu Ana, itu sesukanya Bupati Malteng tanpa ada kajian yang Konfrehensif dari berbagai aspek. Dan pastinya tidak sinergi dan singkron dengan Gugus Tugas (Gustu) Covid-16 Pusat.
“Harusnya mengeluarkan aturan sinergi dengan Gustu Pusat jangan asal main sendirilah, apakah semua wilayah di Maluku ini sudah masuk zona merah. Paraturan itu mempertimbangkan kondisi ekonomi Masyarakat Malteng, apalagi akses keluar masuk Malteng setiap hari bukan PNS, melakukan interaksi itu berdagang dan lain-lain,” ucapnya.
Dirinya mempertanyakan keseriusan Tim Gustu Covid-19 Malteng, apakah sudah mengawal ketat wilayah Malteng dari penyebaran Covid-19.
“Buktinya di wilayah Jazirah untuk masuk ke Salahutu tidak ada penjagaan di pos yang sudah di siapkan, sama halnya masuk di wilyah Kecamatan Leihitu juga tidak ada lagi pos penjagaan. Ini aturan macam apa, membuat rakyatnya sendiri terbebani, tolonglah pemerintah mengeluarkan kebijakan itu berpihak untuk rakyat,” ujarnya.
Perbup yang dikeluarkan kata Mahu, sangat membebani masyarakat khususnya warga Jazirah leihitu dan salahutu. Sebab untuk ke Kota Masohi harus biaya tambahan yakni biaya swab termasuk untuk masuk Kota Ambon dan sebaliknya.
“Jika Perbup Nomor 30 Tahun 2020 tidak dibatalkan, kami masyarakat Jazirah Leihitu dan Salahutu akan melakukan Aksi penolakan secara langsung. Dan kami minta Rekomendasi Pemekaran Jazirah dikeluarkan sekalipun moratorium belum di cabut, langka ini sangat berpihak untuk masyarkat Jazirah,” pintanya. (FN/Uc)