Oleh : Nurhadi Taha,S.Pd / Ketua KNPI Kota Gorontalo
Faktanews.com (Tajuk) Opini – Sungguh Tuhan Maha Agung , KeagunganNya tidak bisa ditandangi oleh siapapun Manusia bahkan hingga malaikat yang juga CiptaanNya sekalipun takkan mampu untuk menandingi kedahsyatan Sang Illahi Robbi. Bayangkanlah manakala Sang Pencipta yang mampu mengatur perputaran bumi jagat alam, mampu mendatangkan berbagai kebahagiaan hingga kesedihan. Maka tidak heran ketika dikolong bumi ini ada banyak berbagai kenikmatan yang dapat menjerumuskan manusia kelimbah nista, jika saja tak mematuhi aturan paten Sang Kholik.
Ia pun mendelegasikan para utusannya (Nabi dan RasulNya) untuk mengajak kaum salah agar kembali kejalan yang benar, sebagaimana PerintahNya yang tertuang disetiap Kitab suci yang menjadi rujukan manusia.
Ramadhan kali ini telah berlalu, bulan yang suci dan menjadi kunci kehidupan setiap manusia untuk mengerkjakan perintahNya. Hal ini tentu bertujuan untuk membentuk karakter serta jati diri setiap insan agar bertaqwa (QS. Albaqarah : 183). Dalam beberapa kesempatan dan khutbah para alim ulama, kiayi dan juga para ustadz (Ustadzah) bahwa Dibulan ini pula biasa disebut sebagai bulan madrasah bagi umat Islam. Olehnya, dibulan yang penuh berkah ini telah banyak dijumpai beberapa kelompok pengajian, ceramah, diskusi hingga pertemuan yang dikemas dimomen yang bermanfaat pada waktu buka puasa maupun sahur sebagai perekat pada kata madrasah.
Disamping itupula, hal unik lainnya adalah pemandangan menarik dari para pedagang takjil untuk buka puasa serta tradisi 3 hari menjelang hari raya Idl Fitri yang biasa disebut Tumbilo tohe (Pasang Lampu,red) dan beberapa tradisi yang telah terjaga dan dikembangkan secara turun temurun. Hal ini tentu bisa menjadi gambaran bahwa dibulan Ramadhan harus tetap memupuk kebersamaan dan kesoliddan untuk dapat menyelesaikan “Tugas suci”sesuai perintah Tuhan dalam Agama Islam.
Hal tersebut berkaitan dengan beberapa momentum dalam hikmah perjuangan yang terjadi pada bulan yang penuh magfirah ini. Peristiwa ditaklukannya Kota Mekah dari kaum kafir quraish oleh kelompok Islam, Ratusan Pasukan Muslim yang berhasil mengalahkan ribuan pasukan quraish (Perang Badar) hingga peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yang kesemuanya terjadi dibulan Ramadhan. Menjadi bukti bahwa kebersamaan lagi – lagi turut menghiasi tiap jengkal perjuangan untuk meraih apa yang namanya kemenangan.
Kini Bulan Penghapusan Dosa ini telah meninggalkan kita, Bulan Allah, Bulan Allah yang agung, Bulan Jamuan Allah, Bulan Turunnya al-Quran, Bulan tilawatul Qur’an, Bulan Puasa, Bulan Islam, Bulan Suci, Bulan Ujian,“ Bulan Salat Malam,” Bulan Tanggung Jawab, Bulan Kesabaran, Bulan Pelipur Lara, Bulan Beirkah, Bulan Pengampunan, Bulan Kasih sayang, Bulan Tobat, Bulan Pengangkatan, Bulan Memohon Ampunan, Bulan ‘Doa,” Bulan Ibadah, Bulan Ketaatan, Bulan Yang diberkahi, Bulan Agulrig, Bulan saat Allah Menambahkan Rezeki Kaum Mukmin, Penghulu Bulan, Hari Raya Para Wali Allah. Musim Semi al-Quran, Musim Semi Kaum Fakir, Musim Semi Orang-orang Mukmin,” Arena Pertandingan dan Yang Diberi Rezeki. Dan yang menjadi pertanyaan, Apakah momen kebersamaan ini masih dapat kita jumpai…???? Apakah kita telah berhak untuk menggandeng kata “Pemenang” yang konon telah “Berjuang” untuk mendapatkan keridhoanNya atas apa yang kita capai…??? padahal kita semua hanya berharap pahala dariNYa.
Menggunakan kata pemenang, tentunya harus melewati ujian yang sangat berat, ujian yang dapat membentuk kita menjadi manusia paripurna dan bukan manusia yang (ikut-ikutan) menang. Sosok yang sering kali selalu mendapat dispensasi secara manusiawi akan perbuatannya pasca Ramadhan berakhir, sehingga kemenangan hakiki yang diharapkan pun sangat bertolak belakang.
Dalam beberapa fakta yang terjadi, kebanyakan manusia dibumi ini hanya memandang bulan suci Ramadhan sebagai moment tahunan yang tak berbekas dan gerakan tambahan padahal harapanNya adalah menjadikan manusia yang paripurna dan sempurna.
Selanjutnya ketika kita menjumpai Idul Fitri, hari raya besar bagi umat Islam, hari yang penuh sukacita dan tentunya hari dimana kita seperti bayi yang baru saja dilahirkan serta lembaran baru untuk setiap muslim didunia fana ini. Telah banyak wajah wajah yang sumringah akibat momen dan bukan pada penghayatan peristiwa besar tersebut. Manusia yang (ikut-ikutan) menang itu, lebih mendominasi disetiap kegiatan pada peristiwa ini padahal ketaqwaan belum tentu terpatri dalam diri sebagaimana yang dilaksanakan oleh manusia manusia lainnya.
Disamping itu, jika momen pemilu mendekati maka ramadhan adalah momen yang tepat. Disisi lain pula moment ini banyak pua orang – orang (baru) baik dan membantu sesamanya. Sering kita jumpai kegiatan amal bagi – bagi sembako, berbagi penghasilan hingga (serangan fajar) pun turut menghiasi itu dan masih banyak lagi terkait perilaku perilaku yang biasa dilakukan jelang pemilu dibulan yang penuh kekhusyuan. Apalagi jika janji-janji yang telah mengikuti alur permainan dalam sikap politik yang terasa terlalu memberiikan harapan palsu dan semu belaka.
Jika hal itu terjadi maka yang ada adalah penantian panjang yang justru dalam setiap pilkada seringkali ditampilkan atau dikemas yang pada apalikasinya tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan, bahkan malah melupakan janji politik yang diutrakan disaat pemilu berlangsung. Sementara itu, kita semua mau tidak mau , sadar atau tidak dan mengerti bahwa hal itu adalahawal mula citra yang buruk.
Kita berharap, ramadhan kali ini tak akan sama dengan ramadhan – ramadhan sebelumnya. Dimana momentum Ramadhan hanyalah sebagai moment untuk membuat topeng kemunafikan kita semakin tebal. Kita melihat bahwa ramadhan, idul fitri dan pemilu kali ini akan banyak tokoh – tokoh masyarakat yang berniat untuk meramaikan perhelatanpesta rakyat ini. Mari kita doakan agar momentum yang suci ini selalu berbekas dalam diri setiap kontestan, sehingga karakter ramadhan akan berbekas dan dapat diimplementasikan walau sebenarnya kita tahu bahwa dalam dunia politik, terdapat banyak kemunafikan dan teori rekayasa saling sikut, saling fitnah dan saling serang antar sesama calon maupun tim pemenangannya.
Semoga moment Idul fitri adalah bukti hasil dari penggodokan yang terbungkus dalam kemenangan atas perjuangan dibulan suci ini, sehingga tali silaturahim yang baik tetap terjalin, sehingga momentum ini dapat menjadi intropeksi diri yang bukan saja terhadap pemenang sesungguhnya, tetapi bagaimana agar para pejuang yang ikut – ikutan menangpun menjadi sadar akan tupoksi dan kewajibannya dimuka ini. (***)