
“Coba perlihatkan landasan hukumnya walau hanya satu paragraf yang menyatakan bahwa setelah dicabutnya SK Pengesahan DPP PPP Romahurmuziy dikembalikan ke Muktamar Bandung atau Muktamar sebutan lain?” Ujar Sekretaris DPC PPP Kota Gorontalo. ” Jelas Adhar
Sekarang ini kubu Romahurmuziy senang ‘beronani’ memberikan alasan sesuai dengan kemauan mereka, padahal ketika ditanya landasan hukumnya, kocar-kacir—tak bisa menjawab. Itupun ketika menjawab tidak ada relevansinya dengan keputusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Putusan Mahkamah Agung No. 504 K/TUN/2015 yang isinya antara lain menyatakan secara tegas memerintahkan kepada KemenkumHam RI untuk mencabut Susunan Kepengurusan DPP PPP yang Ketua Umumnya H. M. Romahurmuziy dan Sekretaris Jendral, H. Aunur Rofik.
Disamping itu, untuk perkara perselisihan internal PPP, Mahkamah Agung melalui Putusan Perdata No. 601 K/PDT.SUS-PARPOL/2015 jo No. 88/PDT.SUS-PARPOL/2015/ PN.JKT.PST yang isinya antara lain menyatakan, kepengurusan DPP PPP yang sah adalah susunan kepengurusan hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umumnya H. Djan Faridz dan Sekretaris Jenderal H. Dimyati Natakusuma. Selanjutnya, Mahkamah Agung dalam amar putusannya menyatakan, Kepengurusan hasil Muktamar Surabaya dengan Ketua Umumnya H.M. Romahurmuziy dan Sekretaris Jendral H. Aunur Rofiq adalah tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. “Nah, dimana yang menyebutkan kembali ke Muktamar Bandung atau Muktamar Islah seperti diwacanakan saat ini?” ungkap Adhar.
Ditambahkannya lagi, ” Negara Indonesia berdasar atas Hukum sebagaimana tercamtum dalam UUD 1945. Dengan demikian putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht harus dipatuhi sebagaimana undang-undang, karena putusan hakim itu merupakan salah satu sumber hukum. Sistim Konstitusional Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan atas sistim konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).tutup Adhar (***)