Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Tajuk

Ketika Politik Dinasti Diterapkan, Maka Perampasan Ruang Hidup Akan Terus Berlanjut (Part III)

×

Ketika Politik Dinasti Diterapkan, Maka Perampasan Ruang Hidup Akan Terus Berlanjut (Part III)

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh : Jhojo Rumampuk

Faktanews.com (Tajuk) – Dengan akan dilanjutkannya sebuah Politik Dinasti, ini merupakan kelanjutan dari tragedi perampasan ruang hidup rakyat sebelumnya yang belum terselesaikan, seperti Dalam Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 60 mengatakan bahwa dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

Example 300x300

a). mengetahui rencana tata ruang;

b.) menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c.) memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan. pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d.) mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e.) mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

f.)mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Dalam Undang Undang No 11 tahun 2005 memuat jaminan hak-hak warga negara diantaranya:

1) Hak atas pekerjaan.

2) Hak mendapatkan program-program pelatihan teknis dan vokasional;

3) Hak untuk mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik;

4) Hak untuk membentuk serikat buruh;

5) Hak untuk menikmati jaminan sosial, termasuk asuransi sosial;

6) Hak untuk menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan;

7) Hak atas standar hidup layak, termasuk pangan, sandang, dan perumahan;

8) Hak untuk terbebas dari kelaparan.

9) Hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi;

10)Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara cuma-cuma;

11)Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya dan menikmati keuntungan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya.

Selain pijakan di atas, Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang UUPA menjelaskan bahwa secara pasti bagaimana negara harus menjamin pemenuhan hak rakyat secara ekonomi dan sosial seperti air, tanah dan ruang angkasa secara adil dan berkelanjutan.

Fenomena krisis ‘Ruang Hidup “ di Daerah yang makmur ini, masih terlalu banyak guratan, dari sisi lingkungan hidup yang setiap hari muncul baik yang terpublikasikan maupun yang tidak terpublikasikan di media massa. Dan tentu bahwa Fenomena krisis ekologi mengemuka di beberapa sektor penting diantaranya kehutanan, pertambangan, pembabatan hutan manggrove, persampahan/limbah, penataan ruang, sumber daya air dan wilayah kelola pesisir, daratan dan pegunungan.

Di sektor kehutanan, krisis ekologis dapat ditunjukkan dengan semakin kritisnya ekologi hutan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kualitatif, alih fungsi kawasan hutan baik di kawasan konservasi, lindung dan produksi semakin marak terjadi dan mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati, mengurangi pasokan ketersediaan air, longsor dan banjir di musim penghujan. Berdasarkan pantauan dari beberapa element masyarakat  hutan pohuwato akan berada dalam indeks kualitas yang sangat rendah.Di samping itu, pendapatan negara dari sektor kehutanan belum secara terbuka menjadi informasi publik.

Kegiatan alih fungsi kawasan hutan menjadi pertambangan dan jenis usaha lainya menyimpan potensi korupsi dan kerugian negara yang cukup besar, dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya semakin meluas seiring dengan Perluasan perkebunan sawit juga semakin meningkat dan dipastikan mengurangi luasan lahan konservasi /resapan. Ditambah lagi dengan pembabatan hutan yang membabi buta menjadi pemicu konversi lahan secara besar-besaran.

Fenomena krisis ekologis juga terjadi di wilayah pesisir laut, dimana alih fungsi kawasan mangrove, abrasi dan rob adalah fenomena krisis ekologi yang belum terpulihkan.  Melihat fenomena dan kasus yang muncul, maka krisis ekologi atau perampasan ruang hidup ini merupakan ancaman dan dipastikan akan menimbulkan dampak bagi keberlanjutan kualitas kehidupan manusia secara ekologis, ekonomi, sosial dan budaya rakyat.

Pertama, bencana ekologi disertai bencana alam yang akan mengancam keselamatan kehidupan rakyat. Dampak bencana ekologis ini dapat ditunjukkan dengan krisis rawan pangan karena gagal panen, kekeringan di musim kemarau, terbatasnya ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga, peningkatan emisi, keterbatasan lahan, terancamnya ketersedian perumahan, sandang dan keberlanjutan kesehatan, kemiskinan dan berujung malapetaka kematian.Krisis juga diperparah dengan pembiaran dan penelantaran pemerintah kabupaten terhadap warga korban beragam bencana (longsor, banjir, bajir bandang, rob dll) yang tengah menjerit-jerit dan membutuhkan perlindungan.

Kedua, krisis ekologi telah berdampak pada semakin meluasnya sengketa dan perampasan ruang hidup, agraria dan lingkungan hidup.

Ketiga, ancaman konflik dan perampasan“ruang hidup” ekologi adalah terjadinya kriminalisasi terhadap warga/rakyat sebagai korban.Dalam kebanyakan kasus dan sengketa ruang dan lingkungan hidup yang ada, warga sebagai pihak korban harus berhadapan langsung dengan pengusaha dan pemerintah di pihak lainnya.Ancaman kriminalisasi diawali dengan tindakan represif, intimidasi, intervensi dari aparatus negara dan pihak pemodal/pengembang usaha terhadap warga yang memperjuang lingkungan hidup yang sehat.

Keempat, krisis ekologis juga secara kualitatif berdampak pada kualitas kesehatan manusia itu sendiri. Kualitas kesehatan akan berpengaruh pada angka harapan hidup dan kematian manusia. Ada korelasi yang nyata antara kualitas lingkungan hidup yang sehat dengan tingkat harapan hidup manusia itu sendiri.Hal ini ditunjukan oleh meningkatnya kasus gizi buruk di masyarakat yang berujung pada kematian.

Kelima, krisis ekologi berdampak pada konflik/sengketa sosial di masyarakat, selain sengketa rakyat dengan pengusaha dan pengurus negara.Dari pengalaman penanganan kasus ruang dan lingkungan hidup, konflik/sengketa sosial berupa pertengkaran antar keluarga, tetangga, masyarakat, masyarakat adat di lokasi-lokasi yang berkasus.

Bahkan konflik sosial di masyarakat berujung kematian dan punahnya nilai-nilai kearifan lokal dan adat istiadat.Nah, melihat fakta krisis ekologi yang terjadi, faktor utama krisis ekologi yang terjadi saat ini tidak berbeda dengan kondisi sebelumnya, diantaranya:

Pertama, Persengkokolan penguasa negara dengan pengusaha/pemodal yang rakus dan serakah di tingkat nasional dan daerah.Persengkongkolan ini dapat ditunjukan dengan adanya produksi kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada keadilan ekologi dan ruang hidup.

Produksi kebijakan pusat dan aturan di kementrian kehutanan, ESDM, Bappenas, pertanian, perdagangan, industri serta pekerjaan umum yang secara terus menerus menjadi pemacu terjadinya krisis perampasan ruang hidup dan ekologi di level lokal/daerah bahkan desa.Produksi kebijakan ini ternyata tidak sejalan dengan konsepsi kebijakan Undang-Undang Dasar 1945, UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU tentang Penataan Ruang, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang tentang Hak EKOSOB, dan Undang Undang tentang Ketentuan Peraturan Pokok-Pokok Agraria.

Produksi kebijakan di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota terus mengalir atas dalih peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk kesejahteraan rakyat menjadi pemacu krisis ekologi dalam bingkai otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah dijadikan alat keruk eksploitatif sumber daya alam tanpa kendali kaidah lingkungan hidup seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan nilai-nilai kearifan lokal.

Kebijakan RTRW bukan menjadi instrumen yang memberikan jaminan perlindungan ruang dan lingkungan hidup, namun menjadi pintu masuk perijinan pembangunan dan pengrusakan lingkungan hidup yang masif.

Kedua, Rendahnya kapasitas penyidik kepolisian, kejaksaan dan kehakiman memahami secara komprehensif hukum tata ruang dan lingkungan hidup menjadi indikasi penegakan hukum lingkungan tidak berjalan.Sampai saat ini belum ada kasus illegal longing, tambang mas liar, yang dilakukan oleh pengusaha/pemodal yang masuk ruang pengadilan, Situasi ini menunjukkan bahwa keadilan ruang dan lingkungan belum secara sejati ditegakkan.

Sampai saat ini negara membiarkan ratusan pemodal/pengusaha yang melakukan pengrusakan lingkungan hidup (pencemaran, pembabat hutan, pelanggar tata ruang) yang jelas-jelas melanggar tata ruang dan lingkungan hidup tidak diseret ke pengadilan.

Ketiga, belum terkelolanya aktivasi kesadaran dan partisipasi komunitas dan para pihak yang berpartisipasi nyata dalam memperbaiki lingkungan hidup.

Rendahnya upaya pemajuan kesadaran dan partisipasi masyarakat merupakan faktor determinan yang berkontribusi nyata dalam memajukan kualitas lingkungan hidup.

Rendahnya kesadaran masyarakat akan ruang dan lingkungan hidup disebabkan oleh terbatasnya akses informasi atas kebijakan perencanaan ruang dan lingkungan hidup serta pengelolaan lingkungan di pelbagai sektor. Namun, meluasnya praktik komunitas dan para pihak lainnya secara swadaya dalam melindungi ruang dan lingkungan hidup menunjukkan perubahan positif yang bisa dikelola secara kolektif.

Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Daerah harus secara progresif menjalankan agenda pemulihan dengan memproduksi kebijakan dan program pembangunan yang sejalan dengan upaya pemenuhan hak-hak dasar warga.Menjalankan kebijakan pemulihan hak dasar rakyat berarti bekerja untuk rakyat banyak, wujud kesetiaan dan kemanusiaan menuju keselamatan dan kemakmuran.

Kekuasaan bukan alat untuk bersengkongkol dengan pengusaha atau pemodal yang rakus dan serakah demi kepentingan pribadi atau sekelompok dan segolongan manusia.Kekuasaan adalah ruang untuk menjalankan hukum tertinggi yaitu keselamatan dan kemakmuran.

Sebuah Kesetiaan pada rakyat banyak dan tertindas adalah salah satu tangga keberhasilan sebuah pemerintahan dan.

Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang menghargai kemanusiaan. (Tamat)

Berbagai Sumber

Example 300x300 Example 300x300
Example 120x600
rtp slot